Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak upah minimum provinsi (UMP) yang secara rata-rata nasional hanya naik sebesar 1,09%. KSPI berencana menggelar unjuk rasa dan mogok kerja yang melibatkan dua juta buruh pada 6-8 Desember 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan aksi mogok kerja dilakukan secara nasional dan melibatkan 60 federasi serikat pekerja. Ia menyebut, rencana mogok nasional ini melibatkan 100 ribu pabrik dan perusahaan di 30 provinsi dan 150 kabupaten.
"Ada dua juta buruh yang terlibat dalam rencana ini, termasuk rekan-rekan ojek online, supir dan buruh pelabuhan," kata Said dalam konferensi pers virtual, Senin (22/11).
KSPI menggandeng sejumlah konfederasi buruh lainnya, seperti Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), hingga Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas).
Said menjelaskan, dasar hukum dalam aksi mogok kerja nasional ini mengacu pada UU nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adapun, aksi unjuk rasa tersebut ada dua tempat yakni, di lokasi pabrik dan di kantor-kantor pemerintah seperti di Istana Negara, Balaikota, kantor Kementerian Ketenagakerjaan, selain itu lokasi kantor-kantor pemerintah di daerah.
"Instruksinya jelas, kami tidak mengunakan mogok kerja, tapi lebih kepada setop produksi, karena seluruh buruh di pabrik ikut sebagai peserta unjuk rasa,” kata dia.
Sebelum aksi mogok kerja nasional, para buruh akan menggelar unjuk rasa di Istana Negara, Balaikota, dan Kemnaker pada tanggal 29 dan 30 November. Aksi tersebut akan diikuti oleh perwakilan puluhan ribu buruh dari Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Ia mengatakan aksi unjuk rasa akan menerapkan protokol kesehatan dan juga memperhatikan arahan dari aparat keamanan agar tidak mengganggu ketertiban.
"Nanti akan diatur teknis unjuk rasanya. Sebanyak 10 ribu di Balai Kota, 10 ribu di Istana, dan 10 ribu di Kemnaker. Aksi ini enggak main-main," ujar dia.
Ia mengatakan, alasan serikat pekerja mengambil dua sikap tegas tersebut karena cara menghitung untuk menetapkan upah minimum tidak dikaitkan dengan pandemi Covid-19, baik tahun ini maupun tahun-tahun selanjutnya.
Pasalnya, kenaikan upah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021, yang berarti sampai kapan pun upah minimum buruh ke depan akan naik dengan persentase yang rendah.
“Jangan berdalih kenaikan UMP kurang lebih 1,09 persen itu dampak dari pandemi covid-19. Tidak ada hubungannya," kata dia.
Kemudian, ketidakjelasan pernyataan menteri ketenagakerjaan (Menaker) bahwa upah minimum di Indonesia sudah tinggi. Sebab, dalam lingkup Asia Tenggara, upah minimum Indonesia dibawah Vietnam, Singapura, dan Malaysia. Hanya sedikit lebih tinggi dari dari Laos, Bangladesh, Myanmar, dan Kamboja.