DPR Sebut Dua Tahun Cukup Untuk Revisi UU Cipta Kerja

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Suasana Rapat Paripurna DPR RI Ke-3 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/8/2021).
26/11/2021, 14.10 WIB

DPR menilai waktu dua tahun yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) cukup untuk melakukan revisi terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mengatakan waktu dua tahun harus cukup bagi pemerintah dan legislator untuk melakukan sosialisasi dan memantapkan substansi terkait revisi UU Cipta Kerja. Politisi Partai Demokrat itu mengatakan fraksinya sangat terbuka untuk menerima dan membuka diskusi untuk memasukkan pasal-pasal dan norma hukum yang bermanfaat.

Hinca menilai putusan MK dapat diterima karena tidak banyak waktu yang diberikan untuk melakukan sosialisasi terkait UU Cipta Kerja. Fraksi Demokrat kedepannya akan melakukan dialog dengan berbagai pihak termasuk organisasi buruh. Hinca mengklaim bahwa ia mendapat banyak pesan dari organisasi buruh untuk menerima masukan mereka dan disuarakan.

Hinca menyebut UU Cipta Kerja banyak bertentangan dengan konstitusi tetapi suara dari fraksi Demokrat tidak didengar. Bahkan Hinca yang kala itu membacakan pandangan akhir di badan legislasi (baleg) bersama-sama dengan fraksi Demokrat lainnya melakukan aksi walkout untuk menunjukkan sikap penolakan mereka.

Lebih lanjut Hinca mengatakan putusan MK merupakan pelajaran bagi pemerintah agar tidak terburu-buru dalam mengesahkan UU Cipta Kerja. 

"Ini pelajaran yang sangat mahal bagi pemerintah yang terburu-buru akhirnya terbengkalai juga," ujar Hinca kepada wartawan di Kompleks Parlemen pada Jumat (26/11).

Sebelumnya Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan putusan MK sejalan dengan pertimbangan Demokrat saat menolak pengesahan UU Cipta Kerja pada 2020 silam. Menurut AHY putusan MK merupakan momentum baik untuk merevisi dan memperbaiki materi UU Cipta Kerja agar selaras dengan aspirasi rakyat, berkeadilan sesuai hak kaum buruh dan sejalan dengan agenda pembangunan nasional.

"Selain memiliki problem keterbukaan publik dalam proses pembahasannya, MK juga nilai UU Cipta Kerja tidak memiliki metode penggabungan (omnibus) yang jelas, apakah pembuataan UU baru ataukah revisi," ujar AHY dalam akun Twitternya pada Jumat (26/11).

Reporter: Nuhansa Mikrefin