Berbagai pihak menyoroti munculnya varian Covid-19 Omicron lantaran ketimpangan vaksin terutama di negara-negara Afrika. Meski demikian, ahli berbeda pendapat apakah kemunculan mutasi ini ada hubungannya atau tidak dengan akses vaksinasi yang tidak merata.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga Laura Navika Yamani menilai bisa saja Omicron muncul dari ketimpangan vaksin. Meski demikian, bukti yang ada saat ini belum cukup untuk menyimpulkan demikian,
"Belum ada bukti bahwa varian Omicron muncul karena cakupan vaksinasi tidak merata," kata kata Laura saat dihubungi, Kamis (2/12).
Menurutnya, mutasi terbentuk ketika virus berada manusia sebagai inang. Semakin lama virus menginfeksi tubuh, potensi menghasilkan varian baru semakin besar.
Untuk itu, pencegahan mutasi virus dilakukan dengan menurunkan penularan kasus corona di seluruh negara. Penurunan kasus tidak hanya dilakukan melalui pemerataan vaksin, tapi juga kedisiplinan protokol kesehatan.
Meski begitu, pemerataan vaksin tetap perlu diutamakan dibandingkan pemberian suntikan dosis ketiga. "Karena Covid-19 ini masalah bersama," ujar dia.
Sedangkan epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman beranggapan Omicron muncul saat terjadi ketimpangan vaksinasi, pemeriksaan genomik lemah, serta minimnya deteksi dini. "Omicron semakin menunjukkan ketimpangan vaksinasi dunia," ujar dia.
Selain itu, Afrika memiliki sejumlah penduduk dengan immunocompromised atau kelainan imun akibat HIV/AIDS. Individu dengan kondisi ini membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh dari Covid-19.
Semakin lama virus dalam tubuh, maka akan bereplikasi dalam jumlah banyak. "Tentu probabilitas hasilkan varian baru jauh lebih besar," ujar dia.
Ia pun menilai, kebijakan penutupan pintu masuk untuk Afrika Selatan tidak akan efektif mencegah masuknya varian baru. Apalagi varian micron belum tentu berasal dari Afsel. "Itu hanya menuda waktu saja," ujar dia.
Sementara, upaya efektif untuk mencegah masuknya Omicron ialah dengan menguatkan pemindaian perbatasan, membangun sistem deteksi dini, surveilans genomik, serta peningkatan vaksinasi.
Mengutip dari Times, saat ini hanya 7,3% penduduk Afrika yang mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis penuh, jauh lebih rendah dibandingkan cakupan vaksin di Amerika Serikat dan Eropa sekitar 58%. Sementara itu, pada awal November hanya 12% vaksin yang dikirim ke negara berpenghasilan menengah rendah dari 1,9 miliar dosis yang dijanjikan.
CEO Coalition For Epidemic Preparedness Innovations (CEPI) Dr Richard Hatchett juga menyoroti ketimpangan vaksin sebagai salah satu musabab kemunculan Omicron. Dia mengatakan semakin lama virus menjangkiti tubuh manusia, maka semakin besar kemungkinan akan bermutasi.
"Virus ini oportunis dan kejam, ketidakadilan yang menjadi ciri respons (masyarakat) global telah mengakibatkannya (muncul)," kata Hatchett, Selasa (30/11) dikutip dari Associated Press.