Salah satu cara untuk mengekspresikan perasaan diri adalah dengan melakukan tarian. Karena ada unsur kesenian dalam kebudayaan yang digunakan oleh masyarakat dalam proses menampilkan rasa keindahan dalam jiwa manusa yang diturunkan dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Tarian memiliki beberapa tujuan, antara lain: sebagai bentuk upacara demi mendapat keselamatan dan perlindungan, sebagai hiburan kepada rakyat, dan sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat melaui tarian.
Salah satu tarian yang cukup terkenal di nusnatara adalah tari Cakalele. Jenis tarian berupa perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat. Dalam praktiknya, tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup)
Sejarah Tari Cakalele
Tari Cakalele memiliki riwayat sejarah panjang dengan masyarakat Maluku. Hal itu dikarenakan tari Cakalele merupakan salah satu tari tradisional warisan para leluhur (datuk-datuk atau nenek-moyang) dalam suatu masyarakat adat.
Sebagaimana tarian tradisional pada umumnya, tari Cakalele digelar dan dipertunjukkan masyarakat Maluku dalam upacara adat seperti, pelantikan raja, peresmian Baileo, perayaan hari Pattimura, dan berbagai acara adat negeri lainnya.
Selain itu tar Cakalele mempunyai sejarah dari bagian proses penghormatan kepada nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut. Sebelum mengarungi lautan, para pelaut mengadakan ritual dengan mengadakan pesta makan, minum, dan berdansa, inilah yang dilambangkan dalam tarian Cakalele.
Pengaruh tarian Cakalele dalam kehidupan masyarakat Maluku sangatlah besar. Karena juga dijadikan sebagai upacara adat bagi masyarakat Maluku karena adanya rasa cinta, hormat dan bakti kepada para leluhur yang telah memberikan perjuangan dan mengorbankan seluruh hidup mereka demi menjaga keutuhan dan martabat masyarakat.
Menurut Clifford Geertz tarian ini menjadi bentuk ekspresi atas masyarakat Hulaliu yang meneruskan warisan kebudayaan dari para leluhur mereka. Maka simbol ekspresi mereka selalu dikembang dalam bentuk perilaku keuyuhan masyarakat.
Proses Gerak Tari Cakalele
Porses gerak tari Cakalele dipenuhi alunan genderan musik dan suara suling, tifa, dan gong, banyak orang menari yang dipimpin oleh Kapitan. Jumlah penari dalam Tari Cakalele bisa mencapai 30 orang.
Tari Cakalele sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni tradisional yang sarat akan aura magis dan tari festival yang ditampilkan pada acara-acara. Tari Cakalele tradisional dipercaya merupakan ritual adat dan sarana pengobatan alternatif yang menggunakan sirih dan pinang dan tidak memiliki durasi yang tetap karena bergantung pada daya tahan tubuh penari yang dirasuki roh.
Di sisi lain terdapat pula tari Cakalele festival yang hanya bertujuan untuk hiburan dalam acara formal biasanya berdurasi antara lima hingga tujuh menit.
Untuk memeriahkan suasana para penari tari Cakalele mengenakan kostum pakaian perang yang didominasi warna merah atau kuning tua, serta dilengkapi dengan senjata seperti parang dan salawaku. Bagi penari wanita biasanya menggunakan pakaian adat berwarna putih dan kain panjang pada bagian bawah, serta menggenggam lenso atau sapu tangan sebagai atribut menarinya.
Salah satu kostum yang membuat menarik adalah keberadaan pedang atau parang pada tangan kanan penari melambangkan martabat penduduk Maluku yang harus dijaga sampai mati, sedangkan perisai dan teriakan keras para penari melambangkan gerakan protes melawan sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak pada rakyat.
Demikianlah penjelasan mengenai tari Cakalele yang berasal dari Maluku. Berbagai sumber menyebutkan bahwa tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut.
Sebelum mengarungi lautan, nenek moyang mereka mengadakan pesta dengan makan, minum, dan berdansa. Saat Tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat memasuki penari dan kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.