Vaksinasi Covid-19 menjadi salah satu kunci bagi negara-negara dunia untuk bisa pulih dari pandemi, termasuk bagi negara berkembang. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, terdapat sejumlah masalah yang menghambat vaksinasi di negara berkembang meski dukungan untuk keadilan vaksin terus digalakan.
"Produksi vaksin global saat ini sudah bisa melakukan vaksinasi 80% dari populasi dunia, tapi capaian ini bukan hanya masalah berapa vaksin yang diproduksi per populasi. Yang kita hadapi sekarang adalah banyak negara dunia menghadapi masalah distribusi," kata Sri Mulyani dalam acara FCBD di Bali Nusa Dua Convention Centre, Badung, Bali, Kamis (9/12)
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, pembiayaan menjadi salah satu masalah utama bagi negara berkembang dalam menghadapi pandemi. Tidak sedikit dari mereka memiliki sumber pembiayaan yang terbatas.
Namun, dia juga mengatakan negara-negara dunia telah berkoordinasi untuk menyediakan akses pembiayaan vaksinasi kepada negara berkembang. Negara-negara ekonomi terbesar dunia yang tergabung dalam G20 telah berkomitmen menyediakan bantuan senilai US$ 5 triliun untuk pembiayaan pandemi.
"Ini sudah melampaui kebutuhan bagi dunia untuk bisa produksi vaksin yang berkeadilan dan juga mendistribusikan vaksin," kata Sri Mulyani.
Selain itu, sejumlah lembaga multilateral seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan lainnya juga sudah dilibatkan. Sejumlah lembaga multilateral tersebut telah berjanji menyediakan dukungan pembiayaan miliaran dolar khususnya bagi negara berkembang dan miskin.
Kendati demikian, sekalipun pendanaannya sudah ada, masalahnya kini muncul dari sisi negara berkembang tersebut. Ini khususnya terkait dua masalah utama dari sisi distribusi. Pertama, kesiapan infrastruktur. Sri Mulyani mengatakan banyak negara berkembang belum siap untuk menerima vaksin dan melakukan vaksinasi.
"Jangan lupa bahwa vaksin ini punya karakteristik yang beda-beda, termasuk daya tahannya di suhu tertentu, beberapa harus disimpan di boks yang sangat dingin, ini tentu sangat mahal bagi negara berkembang untuk menyediakan infrastruktur seperti itu," kata Sri Mulyani.
Kedua, ketersediaan tenaga kesehatan yang akan mendistribusikan vaksin. Negara berkembang cenderung memiliki tenaga kesehatan yang terbatas. Adapun dalam kasus Indonesia, Sri Mulyani mencontohkan, upaya pemerintah melibatkan aparat militer dan polisi untuk mengakselerasi vaksinasi.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, ada pula tantangan keragaman lanskap setiap negara. Seperti halnya Indonesia, kondisi georgafis yang terdiri atas banyak pulau menjadi tantangan tersendiri dalam vaksinasi.
"Sekarang semua negara khususnya negara berkembang mungkin tidak memiliki kemampuan dalam hal sistem kesehatan untuk bisa melakukan vaksinasi. Karena itulah kenapa di gugus tugas pembahasan kesehatan dan pembiayaan dalam pertemuan G20 masalah ini harus dibahas," kata Sri Mulyani.
Pembahasan terkait kesehatan dan pembiayaan ini akan menjadi salah satu topik yang akan dibahas dalam presidensi G20 Indonesia setahun ke depan. Topik ini masuk dalam agenda finance track yang merupakan pertemuan khusus bagi menteri keuangan dan gubernur bank sentral seluruh dunia.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.