Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) baru saja disahkan pada Selasa (7/12). Namun, sejumlah pihak sudah ingin menggugatnya.
Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Alvin Lim mengatakan pihaknya berencana mengajukan uji materi terhadap UU Kejaksaan yang baru paling lambat dua pekan ke depan. Saat ini pihaknya tengah menyusun berkas dan laporan untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
""Sebelum nataru (Natal dan Tahun Baru) sudah saya masukin. Tahun ini lah," ujar Alvin, saat dihubungi Katadata, Kamis (9/2).
Salah satu pasal yang dipersoalkan Alvin adalah Pasal 30C huruf J yang mengatur tentang kewenangan jaksa untuk dapat mengajukan peninjauan kembali (PK) dalam suatu perkara. Alvin menilai pasal tersebut melanggar putusan MK No. 16/PUU-VI/2008 terkait pengujian UU Kekuasaan Kehakiman yang sudah disinggung pada Pasal 263 ayat (1) KUHAP.
Putusan MK tersebut menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak diperbolehkan mengajukan PK. Putusan tersebut mengatakan esensi landasan filosofis lembaga PK ini ditujukan untuk kepentingan terpidana atau ahli warisnya sebagai bentuk perlindungan HAM, bukan kepentingan negara atau korban. Kalau esensi ini dihapus tentu lembaga PK akan kehilangan maknanya dan tidak berarti.
"Karena kalo jaksa boleh PK nanti abis itu terpidananya PK lagi atas PK-nya jaksa. Terus jaksa boleh PK lagi atas PK nya terpidana. Kapan selesainya," ujar Alvin kepada Katadata pada Kamis (8/12).
Alvin menyebut hal ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum sekaligus tidak berkeadilan karena Jaksa sudah diberi hak mengajukan upaya banding dan kasasi. Ketidakpastian hukum tersebut melanggar Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tentang Kepastian Hukum yang adil.
Hal ini karena kasus yang sudah dinyatakan incracht dapat dibuka kembali dan terpidana yang sudah menjalani hukuman dan bebas dapat ditahan lagi.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan salah satu aspek yang dibutuhkan oleh Kejaksaan adalah keadilan restoratif. Dalam revisi UU tersebut, Kejaksaan diberi peran untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Hal ini juga berlaku dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan.
"Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fugnsi di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun dalam penegakan hukum untuk menjamin pemenuhan hak-hak dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara," ujar Yasonna dalam Rapat Paripurna pada Selasa (7/12).