Polemik UMP Jakarta, Kemnaker Wajibkan Pemda Tetapkan Upah Sesuai PP

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.
Buruh dari berbagai aliansi berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan UU Omnibus Law di depan Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2021).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Maesaroh
24/12/2021, 13.50 WIB

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akan terus mengawal pelaksanaan pengupahan pada 2022 sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengingatkan pemerintah daerah wajib mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan upah minimum.

“Pemerintah konsisten untuk menerapkan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan mewajibkan semua kepala daerah untuk melakukan hal yang sama,” kata Indah seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (24/12).

 Kemnaker akan mengawal pelaksanaan pengupahan tahun depan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Kadisnaker) Provinsi se-Indonesia.

Dalam pengawalan, dinas ketenagakerjaan wajib memberi pemahaman bahwa upah minimum merupakan safety net kepada tenaga kerja yang bekerja kurang dari 12 bulan.

Adapun, tenaga kerja yang sudah bekerja lebih dari 12 bulan diberlakukan ketentuan struktur dan skala upah.

Ketika ada perselisihan terkait pengupahan, dinas ketenagakerjaan diharapkan dapat mendorong pihak yang berselisih untuk berdialog secara bipartit maupun tripartit.

“Pemerintah daerah wajib mengedepankan mekanisme tripartit dalam penyelesaian permasalahan terkait ketenagakerjaan,” katanya.

 Selain Upah Minimum, pemerintah harus mendorong implementasi struktur dan skala upah di perusahaan-perusahaan.

Pemerintah diwajibkan memediasi perusahaan atau pemberi kerja untuk segera menyusun dan menetapkan struktur skala upah.

"Serta melakukan pembinaan teknis melalui fasilitasi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan,” katanya.

Apabila pembinaan teknis telah dilakukan secara optimal namun belum membuahkan hasil, pengawasan teknis perlu dilakukan.

Pengawasan teknis untuk mengetahui dampak pelaksanaan kewenangan bidang ketenagakerjaan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.

 Jika pengawasan teknis tersebut belum membuahkan hasil, perlu dilakukan tahapan teknis selanjutnya berupa pemeriksaan reguler dan/atau pemeriksaan khusus atau/investigatif.

Dari pemeriksaan tersebut, pihak yang terbukti melakukan kesalahan akan dikenakan sanksi.

“Jika terbukti terdapat kesalahan, untuk selanjutnya digunakan oleh pemerintah menegakkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Polemik soal upah minimum kembali muncul setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan upah minimum provinsi alias UMP 2022 dari 0,85% menjadi 5,1%, akhir pekan lalu.

Dengan revisi tersebut, UMP Ibu Kota bakal naik sebesar Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854.

Kenaikan tersebut jaug di atas yang ditetapkan Kemenaker yakni sebesar 1.09%

 Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia Danang Girindrawardana mengatakan revisi UMP yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta keliru dalam tiga hal.

Pertama, Anies melanggar PP Nomor 36 Tahun 2021 Pasal 9 dengan melewati masa waktu penetapan terakhir, yaitu tanggal 21 November lalu.

Kedua, pemerintah provinsi menggunakan tata cara perhitungan yang tidak sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 Pasal 6.

Dalam peraturan ini, salah satu faktor penentu UMP adalah angka aktual proyeksi pertumbuhan ekonomi di 2021alih-alih 2022.

Ketiga, keputusan Anies diambil secara sepihak saja. Dewan pengupahan tidak diajak berdiskusi dalam revisi ini.

“Kalau seorang gubernur bisa menetapkan UMP dengan cara yang sangat otoriter seperti itu, apa gunanya peraturan perundangan?” kata Danang.

 Sebagai informasi, untuk tahun 2022, formula kenaikan UMP merujuk pada PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Merujuk pada aturan tersebut, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Ada sejumlah variabel yang menjadi perhitungan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan seperti paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Data Badan Pusat Statistik menjadi acuan dalam perhitungan variabel tersebut.

Dalam penjelasannya, Anies mengatakan formula kenaikan UMP sesuai PP No 36 Tahun 2020 tidak cocok diterapkan di Jakarta.

Apalagi kenaikannya masih berada di bawah besaran inflasi di ibu kota sebesar 1,1%.

Revisi kenaikan upah di Jakarta ditetapkan berdasarkan kajian Bank Indonesia. BI meramal pertumbuhan ekonomi RI 2022 mencapai 4,7%-5,5%. Adapun inflasi akan berada di rentang 2-4%.

Reporter: Rizky Alika