Varian Omicron akhirnya mampu menembus Indonesia usai mewabah di beberapa negara lain. Sejumlah pertanyaan muncul, apakah gelombang ketiga Covid-19 akan muncul pada tahun 2022.
Bukan tanpa sebab, saat ini aktivitas di beberapa negara Eropa dan Amerika terpaksa direm lantaran Omicron memicu gelombang keempat corona. Sementara, penanganan pandemi Covid-19 termasuk mencegah munculnya varian baru merupakan jalan keluar utama jika ingin memulihkan perekonomian.
“Kunci ekonomi 2022 hanya satu, mengendalikan yang namanya Covid-19,” kata Presiden Joko Widodo pada 18 November lalu.
Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang belakangan mendeteksi varian asal Afrika Selatan tersebut. Meski demikian, kasus positif Omicron langsung bertambah banyak dalam hitungan hari usai pasien pertama diumumkan pada 16 Desember lalu.
Bahkan Pemerintah telah menemukan penularan lokal Omicron di tengah masyarakat. Hingga Jumat (31/12), jumlah kasus yang telah dideteksi mencapai 68 orang.
Berdasarkan data newsnodes, hingga Kamis (30/12), sebanyak 1.805 kasus Omicron telah menyebar ke negara-negara ASEAN dengan jumlah kasus terbanyak berada di Singapura yakni 885.
Thailand berada di posisi kedua dengan jumlah 739 kasus Covid-19 varian Omicron. Sementara Indonesia berada di peringkat ketiga dengan 68 pasien.
Kekhawatiran akan Omicron merebak lantaran varian ini mampu bereplikasi dengan cepat. Bahkan hasil studi Universitas Hong Kong menunjukkan mutasi baru ini bisa berkembang biak 70 kali lebih cepat ketimbang Delta.
Tak hanya itu, varian ini juga terbukti mampu lolos dari sistem kekebalan tubuh yang terbangun dari vaksin. Ini berarti mereka yang telah menjalani vaksinasi tetap bisa terinfeksi Omicron.
Dari 68 kasus Omicron yang ditemukan di Indonesia, sebanyak 78% atau 53 orang sudah divaksinasi dosis lengkap. Dari jumlah orang yang sudah divaksin, jenis vaksin yang paling banyak digunakan ialah Sinovac sebanyak 33%, Pfizer 30%, Astrazeneca 17%, Sinopharm 7%, Johnson & Johnson 5%, dan Moderna 3%. Selebihnya, 5% orang yang sudah disuntik menggunakan vaksin jenis lain, seperti Convidecia atau campuran.
Berita baiknya, sejumlah studi menunjukkan gejala yang ditimbulkan varian ini tak lebih parah dari mutasi yang telah menyebar sebelumnya. Dari penelitian di Afsel, angka pasien yang menjalani perawatan ataupun memerlukan alat bantu pernapasan pada awal Desember lebih rendah daripada rata-rata sebelumnya.
Para ahli juga melihat potensi gelombang yang terjadi akibat Omicron tidak akan separah Delta. Meski demikian, pemerintah tetap diminta mencegah varian ini menulari masyarakat terutama yang berisiko tinggi.
Ini lantaran varian Delta belum sepenuhnya lenyap dari Indonesia. Jika ditambah Omicron, maka besar kemungkinan fasilitas kesehatan akan kembali lumpuh. “Bisa membebani faskes dan ada (kenaikan angka) kematian secara signifikan,” kata Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman, Rabu (29/12).
Bahaya berikutnya, seseorang bisa tertular dua Delta dan Omicron. Jika tak terkendali, akan muncul varian rekombinan yang merupakan hasil perkawinan dua varian tersebut. Dicky mengatakan potensi keduanya merupakan bahaya bagi Indonesia dan dunia.
“Omicron bisa leluasa menginfeksi orang yang sudah vaksinasi, Delta gejalanya lebih parah. Ini menjadi masalah besar,” katanya.
Sedangkan ahli wabah dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia Pandu Riono memprediksi Omicron bisa jadi varian terakhir Covid-19. Ini lantaran penyakit tersebut muncul dengan tingkat penularan yang cepat, namun gejalanya tidak berat dan tak menimbulkan banyak kematian.
“Betul (seperti flu), gejala ringan seperti mendapatkan vaksinasi alami,” katanya.
Kekebalan Super
Meski Covid-19 belum hilang pada tahun depan, ada harapan bahwa penularan Omicron tak sehebat Delta pada tahun depan. Alasannya, saat ini super immunity mulai bermunculan di tengah-tengah masyarakat.
Super immunity terjadi lantaran kekebalan dari penularan Delta serta efek vaksinasi mulai terjadi. Orang dengan sistem antibodi ini berpotensi tidak mengalami gejala sakit jika tertular Omicron. "Potensi tertular selalu ada," kata Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmidzi.
Kementerian Kesehatan bersama sejumlah perguruan tinggi memang tengah menggelar serosurvei antibodi Covid-19. Hal ini untuk mengetahui kadar kekebalan tubuh yang ada pada rerata penduduk.
Pandu mengatakan hasil temuan sementara menunjukkan 80% penduduk Indonesia sudah memiliki kekebalan tubuh yang memadai. Sedangkan lebih dari separuh telah dilengkapi dengan kadar antibodi yang sangat tinggi.
“Dengan kekebalan ini, mungkin dampak dari lonjakan Omicron bisa kita tekan,” kata Pandu.
Pandu bahkan telah mempresentasikan hasil temuannya ini kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin serta Kementerian Dalam Negeri. Saat ini pihaknya sedang menyempurnakan hasil survei dengan data nasional, rumah sakit, dan vaksinasi.
Sedangkan Budi Gunadi optimistis kekebalan super ini mampu menjaga kasus Covid-19 tetap terkendali setidaknya hingga Maret 2022. "Setelah gelombang kedua kemarin, banyak masyarakat yang sudah divaksinasi. Mereka punya imunitas yang sangat kuat," kata Budi.
Vaksin booster
Meski demikian, masih ada masyarakat yang tak memiliki kekebalan sama sekali. Hal ini menjadi alasan pemerintah menuntaskan program vaksinasi pada tahun depan.
Pandu menyatakan bahwa vaksinasi ulang (booster) perlu menjadi opsi terutama jika tren kasus menunjukkan peningkatan. Pandu yakin jika pemberian suntikan kekebalan dipacu, maka Indonesia semakin dekat dengan fase endemi Covid-19. “Sekarang tugas kita menuntaskan orang yang belum menerima vaksin,” katanya.
Hingga Jumat (31/12), angka vaksinasi nasional telah mencapai 277,69 juta dosis. Rinciannya, vaksinasi dosis 1 telah diberikan sebanyak 161,32 juta dosis, 113,85 juta untuk dosis 2 dan sebanyak 2,52 juta dosis lainnya untuk vaksinasi gotong royong.
Pemerintah juga telah menetapkan tanggal main pemberian booster pada 12 Januari 2022 mendatang. Sasaran awalnya adalah kelompok rentan penularan seperti masyarakat lanjut usia. “Lansia dahulu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sebelumnya Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, izin penggunaan darurat (EUA) vaksin booster akan segera terbit. Ada empat jenis vaksin booster yang memasuki proses registrasi.
Vaksin tersebut ialah vaksin Pfizer (Cominarty) produksi Pfizer Inc Amerika Serikat dan BioNTech Jerman. vaksin AstraZeneca (Vaxzevria) buatan University of Oxford Inggris, vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech Incorporated Tiongkok atau vaksin Covid-19 yang diolah PT Bio Farma, dan vaksin Zifivax produksi Anhui Zhifei Longcom Biopharmaceutical.
Selain itu, ada pula vaksin Sinopharm produksi Beijing Bio-Institute Biological Products Co, Cina yang memasuki tahap praregistrasi. "BPOM telah berproses sekarang untuk segera keluarkan EUA untuk beberapa vaksin booster," kata Penny, Rabu (29/12).
Sedangkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, harga dosis tambahan skema berbayar akan ditentukan oleh pemerintah. Nantinya, harga eceran tertinggi dan pelayanan vaksin booster berbayar akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
"Harga batas atas dari produk dan layanan booster non-APBN tetap ditentukan oleh pemerintah," kata Budi pada Selasa (14/12).
Hal yang juga penting adalah menjaga masyarakat tetap disiplin meski kasus saat ini tengah melandai. Dicky juga meminta pemerintah tegas dalam mengimplementasikan kebijakan karantina demi mencegah lebih banyak varian masuk.
“Seharusnya tidak ada diskresi kecuali kepada pejabat, Presiden, atau Menteri,” katanya.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjanjikan protokol karantina akan diberlakukan lebih ketat. "Jadi sekarang kami batasi supaya karantina-karantina itu jangan terlalu banyak rekomendasi yang tidak jelas," kata Luhut dalam konferensi pers, Senin (13/12).