Ketum PBNU Tak Mau Jadi Alat Politik PKB, Jadi Angin Segar Parpol Lain

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar tertawa pada acara Tasyakuran Harlah ke-22 PKB di Kantor DPP PKB, Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Yuliawati
4/1/2022, 15.58 WIB

Pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf tidak ingin PBNU menjadi alat politik diperkirakan menggerus suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Pemilu 2024. Pernyataan ini menjadi angin segar buat partai politik lain di luar PKB.

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyambut baik pernyataan Yahya. Dia menilai pernyataan tersebut akan merekatkan seluruh potensi Nahdhiyin yang tersebar di berbagai kekuatan politik.

Arsul menyebut berdasarkan berbagai survei, yang menyebut massa NU ini lebih dari setengah umat Islam di Indonesia. Adapun jumlah yang menyalurkan aspirasi ke PKB tidak lebih dari 20% pemilih warga Nahdhiyin.  

"Sehingga bila struktural NU hanya merangkul dan menyandarkan aspirasi politik NU hanya kepada PKB, maka ini tidak akan memberikan pencapaian yang maksimal bagi perjuangan NU ke depan," ujar Arsul kepada Katadata pada Selasa (4/1).

Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan selama ini NU selalu dikaitkan dengan PKB. Dia menilai Yahya yang menyatakan NU bukan sebagai alat politik untuk menetralisir bahwa NU bukanlah basis massa PKB saja, melainkan dapat bernaung di semua kelompok.  
 
"Minimal persepsi publik tidak lagi 100% mengamini bahwa PKB itu partai NU," ujar Adi kepada Katadata.co.id pada Selasa (4/1).

Yahya mengatakan PBNU memang memiliki hubungan erat dengan PKB. Namun, hal itu tidak serta-merta membuat PBNU sebagai alat pemenangan PKB. "Tapi, sekali lagi tidak boleh lalu NU ini jadi alat dari PKB atau dikooptasi dengan PKB," kata Yahya dikutip dari CNN Indonesia TV, Rabu (29/12/2021)

Lebih lanjut, Adi mengatakan pernyataan Yahya menjadi angin segar bagi sejumlah partai lainnya. Selama ini banyak aktivis di NU yang merupakan kader  di banyak partai politik. "Partai lain yang selama ini banyak pengurus dan kader NU tapi tidak identik dengan NU seperti PPP dan Golkar juga bisa dapat (keuntungan suara)," ujar Adi.

Hal senada juga dikatakan oleh pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin. Ujang menyebut jika PBNU serius menarik diri dari PKB, maka perolehan suara akan menyebar ke banyak partai. Persebaran tersebut juga tidak hanya dirasakan oleh partai berbasis Islam, tetapi juga partai nasionalis.  

Ujang menyebut momentum ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh partai lain dengan merangkul kaum Nahdliyin. Secara elektoral partai lain disebut akan diuntungkan, tetapi untuk menghitung dampaknya perlu riset dan survei.  "Ketika misalkan tarik dukungan itu terjadi, PBNU kepada PKB yang pasti ya tadi PKB akan dirugikan dan yang diuntungkan partai-partai lain karena suaranya bisa menyebar," ujar Ujang, dihubungi.

Dia menilai PKB perlu bekerja keras untuk meningkatkan perolehan suara. "PKB perlu mati-matian untuk bisa mendapat dukungan publik, jika PBNU benar-benar tidak ikut campur dengan urusan politik PKB," kata dia.

Reporter: Nuhansa Mikrefin