RI Gelar 17 Perundingan Perbatasan di 2021, Termasuk dengan Malaysia

ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Lmo/nz
KRI Ardadedali-404 tiba di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (4/4/2021).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Maesaroh
6/1/2022, 17.12 WIB

Pemerintah Indonesia terus berupaya mempercepat perundingan perbatasan dengan sejumlah negara pada tahun lalu. Upaya tersebut juga akan dilanjutkan kembali pada tahun ini.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan selama tahun 2021  pemerintah Indonesia telah menggelar 17 perundingan dengan Malaysia, Palau, Filipina, dan Vietnam.

Jumlah perundingan yang dilakukan selama pandemi Covid-19 bahkan dua kali lebih banyak ketimbang tahun 2020 yang hanya 7 kali perundingan.

“Di tahun 2022, upaya akselerasi intensitas perundingan perbatasan darat dan maritim akan terus ditingkatkan,” ujar Retno melalui keterangan resmi pada Kamis (6/1).

Untuk batas maritim, pemerintah berharap Perjanjian Batas Laut Teritorial di Laut Sulawesi dan Selat malaka bagian Selatan dapat ditandatangani dengan Malaysia pada tahun ini.

Sementara dengan Palau, pemerintah tengah melanjutkan perundingan di tingkat Tim Teknis untuk garis batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) agar dapat memperoleh kesepakatan parsial.

Terkait dengan Filipina, Retno menyebut saat ini terdapat dua rencana yakni memulai perundingan penetapan batas landas kontinen di Tingkat Teknis.

Selain itu, pemerintah tengah berupaya mencapai kesepakatan terkait penetapan batas landas kontinen dan ZEE dalam dua garis batas yang berbeda.

Perundingan tingkat Tim Teknis juga tengah dilakukan dengan Vietnam untuk memperoleh garis batas ZEE.

 Retno menegaskan  Indonesia akan tetap menolak klaim perbatasan maritim yang tidak memiliki dasar hukum yang diakui secara internasional. Hal ini juga dilakukan berdasarkan UNCLOS 1982.

Mantan Dubes RI untuk Belanda tersebut mengatakan perundingan batas maritim harus didasarkan pada UNCLOS 1982.

"Indonesia akan terus menolak klaim yang tidak memiliki dasar hukum yang diakui secara internasional," tandas mantan Dubes RI untuk Norwegia tersebut.

Retno menyebut klaim perbatasan yang dilakukan oleh pihak manapun harus dilakukan sesuai dengan UNCLOS 1982 dan hukum internasional lainnya. Aturan tersebut lantas menjadi prinsip kedaulatan dan hak berdaulat di perairan Indonesia.

 Sementara untuk batas darat, pada tahun 2022 pemerintah akan memprioritaskan untuk menyelesaikan demarkasi outstanding boundary problems (OBP) sektor Timur termasuk Pulau Sebatik dengan Malaysia.

Pemerintah juga telah menyelesaikan dua unresolved segments dengan Timor Leste sesuai dengan agreed principles yang disepakati 2019 lalu.

"Tim perunding telah sepakat bahwa perundingan batas laut akan dimulai setelah perbatasan darat rampung,"ujarnya.

Sebagai catatan, salah satu perbatasan ZEE yang kerap menimbulkan ketegangan ada di Laut Natuna. Wilayah tersebut memiliki kekayaan laut melimpah sehingga membuat nelayan dari berbagai negara mencari ikan di sana termasuk Vietnam.

Reporter: Nuhansa Mikrefin