Kejaksaan Agung mulai melakukan penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) setelah menerima laporan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. Dugaan korupsi terkait dengan pengadaan pesawat, khususnya jenis ATR 72-600.
"Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021 untuk melakukan penyelidikan kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan PT.Garuda Indonesia," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui keterangan resmi dikutip pada Rabu (12/1).
Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) periode 2009-2014, Garuda merencanakan penambahan 64 pesawat yang dilakukan dengan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui penyewa pesawat atau lessor.
Dari RJPP tersebut, terealisasi penambahan beberapa jenis pesawat, yakni 50 unit pesawat jenis ATR 72-600, terdiri dari penyewaan 45 unit dan pembelian 5 unit. Selain itu, terdapat 18 jenis pesawat jenis CRJ 1000 yang terdiri daripenyewaan 12 unit dan pembelian 6 unit.
Dalam pengadaan pesawat tersebut, Garuda menggunakan lessor agreement sebagai sumber dana. Dalam perjanjian tersebut, pihak ketiga akan menyediakan dana yang nantinya akan dibayar oleh Garuda secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.
"Bahwa atas pengadaan/sewa pesawat tersebut diduga telah terjadi peristwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntung pihak lessor," ujar Leonard.
Dalam business plan procedure Garuda, pengadaan pesawat ini dilakukan oleh Tim Pengadaan Sewa pesawat atau Tim Gabungan yang dibentuk oleh direktur utama dan melibatkan personil dari beberapa sirektorat seperti teknis niaga, operasional dan layanan/niaga.
Tim gabungan tersebut berfungsi melakukan kajian dan dituangkan dalam bentuk studi kelayakan atau feasibility study (FS). Adapun pembahasan anggaran harus sejalan dengan perencanaan armada dengan alasan feasibility/riset/kajian/trenpasar/habit penumpang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebelumnya menyampaikan laporan kepada Kejaksaan Agung terkait dugaan tindak pidana korupsi pembelian Pesawat jenis ATR 72-600 oleh Garuda. Erick mengatakan terdapat indikasi korupsi dengan merek yang berbeda-beda dalam proses pengadaan pesawat tersebut.
Erick Thohir menyampaikan laporan hasil audit investigasi yang telah dilakukan Kementerian BUMN ke Kejaksaan Agung. Selain itu, Erick juga memberikan laporan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Saya rasa sudah saatnya memang oknum-oknum yang ada di BUMN harus dibersihkan, dan inilah memang tujuan utama kita terus menyehatkan daripada BUMN tersebut," ujar Erick dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Selasa (11/1).
Menanggapi hal ini, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mendukung penuh proses penyelidikan indikasi korupsi pengadaan pesawat yang terjadi beberapa tahun lalu di dalam perusahaannya. Dia juga berkomitmen akan menindaklanjuti setiap keperluan penyelidikan tersebut.
Menurut Irfan, manajemen Garuda berkomitmen untuk mendukung setiap upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas perusahaan dalam aktivitas bisnisnya.
"Ini sebagai bagian dari upaya penegakan good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik)," ujar Irfan dalam keterangan tertulis, Selasa (11/1).