Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penyidikan untuk kasus tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen periode 2017-2020. Meski demikian, Kejaksaan hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan nomor Print-01/F.2/Fd.2/01.2022. Surat tersebut telah diteken Direktur Penyidikan Jampidsus pada 4 Januari 2022.
"Pada Rabu (12/1), Tim Jaksa Penyidik mulai melakukan pemeriksaan terhadap satu orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017 hingga 2020," ujar Leonard melalui keterangan resmi pada Rabu (12/1).
Saksi yang diperiksa merupakan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Taspen periode 2017-2020 berinisial RS. Saksi diperiksa terkait investasi medium term note (MTN) Prioritas Finance tahun 2017 oleh PT Taspen Life.
Kasus ini bermula dari penempatan dana investasi yang dilakukan Taspen sebesar Rp 150 miliar dalam bentuk Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) di PT Emco Asset Management. Emco merupakan manajer investasi dengan underlying berupa MTN PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM). Padahal, MTN pada PTM tidak mendapat peringkat atau investment grade.
Selain itu, menurut dia, dana pencairan MTN tersebut tidak dipergunakan oleh PT PRM sesuai dengan tujuan MTN dalam prospectus. Dana tersebut justru mengalir langsung ke Group Perusahaan PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak lain yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM. Hal ini lantas menimbulkan gagal bayar.
Tanah jaminan dan jaminan tambahan MTN PT PRM seolah-olah dijual ke PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya. Modus ini dilakukan melalui skema investasi yang dilakukan oleh PT Taspen Life yang melakukan investasi kepada beberapa reksa dana
Dana tersebut kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu yang dialirkan ke PT Nusantara dan PT Bumi untuk pembelian tanah jaminan dan jaminan tambahan. Adapun kerugian negara atas investasi tersebut diperkirakan mencapai Rp 161,6 miliar.