Kejaksaan Koordinasi dengan KPK Usut Korupsi Pesawat Garuda ATR 72-600

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi. Kejaksaan juga tengah meminta perhitungan kerugian negara atas kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Menteri BUMN Erick Thohir ini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Agustiyanti
13/1/2022, 09.49 WIB

Kejaksaan Agung tengah melakukan komunikasi dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 pada PT Garuda Indonesia Tbk. KPK pernah mengungkap dugaan korupsi tersebut saat persidangan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce. 

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, pihaknya telah secara formal mengirimkan surat ke KPK. Kejaksaan meminta tambahan informasi data yang diperlukan terkait putusan inkrah  Emirsyah Satar. Emirsyah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak Februari 2021.

 "Saya sudah komunikasi melalui telepon dan whatsapp. Mudah-mudahan besok atau lusa sudah dapat sesuatu," ujar Supardi saat ditemui Katadata di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Rabu (12/1) malam.

Kejaksaan juga tengah meminta perhitungan kerugian negara atas kasus dugaan korupsi yang dilaporkan Menteri BUMN Erick Thohir ini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Supardi menyebut sudah menerima hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diberikan oleh Erick tetapi masih enggan menjelaskan laporan tersebut. 

Ia mengatakan, kejaksaan juga telah memeriksa dua saksi dari pihak Garuda dari tim pengadaan pesawat. Data-data terkait saat ini telah dipegang kejaksaan. 

Berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) periode 2009-2014, Garuda merencanakan penambahan 64 pesawat yang dilakukan dengan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui penyewa pesawat atau lessor.

Adapun realisasinya, terdiri dari  50 unit pesawat jenis ATR 72-600 dan 18 jenis CRJ 1000. Pesawat jenis ATR dipenuhi melalui penyewaan sebanyak  45 unit dan pembelian 5 unit, sedangkan pesawat jenis CRJ dipenuhi melalui penyewaan 12 unit dan pembelian 6 unit.

Dalam pengadaan pesawat tersebut, Garuda menggunakan lessor agreement sebagai sumber dana. Sesuai perjanjian, pihak ketiga akan menyediakan dana yang nantinya akan dibayar oleh Garuda secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi.

"Bahwa atas pengadaan/sewa pesawat tersebut diduga telah terjadi peristwa pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan menguntung pihak lessor," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjutak.

Adapun Emirsyah saat ini menjalani kurungan di Lapas Sukamiskin setelah kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce telah berkekuatan hukum tetap.

Pengadilan tingkat kasasi menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang memvonis Emirsyah dengan hukuman penjara delapan tahun. Bahkan, dalam putusan tingkat kasasi dia diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsidair 3 bulan kurungan.

Emirsyah terbukti menerima suap Rp 49,3 miliar dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sekitar Rp 87,464 miliar. Dia diseret ke pengadilan pada akhir 2019 berkat penyidikan KPK.

Penuntut umum KPK saat persidangan menyebut, suap bukan hanya diberikan untuk pengadaan Rolls-Royce dab Airbus, tetapi juga pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000 dan ATR 72-600.

Khusus dalam pengadaan pesawat ATR 72-600, terungkap di pengadilan Emirsyah menerima uang senilai Sin$ 1.181.763,00 dari Soetikno untuk melunasi tagihan apartemen. Kemudian berupa Sin$ 6.470 dan Sin$ 975 dalam rangka penutupan rekening atas nama Woodlake Internasional di UBS Singapura.

Reporter: Nuhansa Mikrefin