Dugaan Korupsi Proyek Satelit: Anggaran Belum Ada, Kontrak Sewa Dibuat

Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Lavinda
14/1/2022, 19.20 WIB

Kejaksaan Agung mengungkap dugaan kasus pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara dalam proyek satelit Kemenhan atau Kementerian Pertahanan. Pelanggarannya lantaran penyewaan satelit dilakukan sebelum anggaran tersedia dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan tahun 2015.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan dalam proses pengadaan satelit slot orbit 123 derajat derajat bujur timur, Kemenhan membuat kontrak sewa dengan perusahaan Avanti Communication, pemilik satelit Artemis. Kejaksaan menilai penyewaan satelit tidak diperlukan karena ketika itu satelit lama yang sudah tidak berfungsi masih dapat digunakan hingga tiga tahun.

"Saat proses ini dilakukan (penyewaan) belum ada anggaran. Kemudian belum perlu dilakukan sewa, sehingga ada konflik arbitrase," ujar Febrie dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Jumat (14/1).

Akibatnya, proses kontrak sewa antara Kemenhan dengan Avanti tak berjalan lancar. Ketika satelit telah disewa ternyata satelit tersebut tidak berfungsi sehingga terjadi masalah dalam pembayaran tagihan tersebut. Persoalan ini yang membuat Avanti menggugat pemerintah karena  dianggap wanprestasi tak memenuhi kewajiban membayar sewa satelit yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat bujur timur.

Kejaksaan menilai dampak dari proyek tersebut sebagai indikasi pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian negara.  "Ini dimulai dari kejahatan yang kami anggap ada tindak pidana korupsi," kata Febrie. 

Setelah melakukan diskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), perkara ini diduga menimbulkan kerugian negara hingga Rp 500 miliar. Angka tersebut diperoleh dari uang sewa yang dikeluarkan untuk Avanti Communication sebesar Rp 491 miliar, biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar dan uang arbitrase sebesar Rp 4,7 miliar.

Kasus dugaan pelanggaran hukum terjadi pada kurun 2015-2021. Proyek pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemenhan.

Pengadaan satelit Sakomhan berupa mobile satelite service dan ground segment beserta pendukungnya yang kontraknya ditandatangi dengan dengan pihak Airbus dan Navayo.

Febrie lebih lanjut mengatakan, kewenangan terkait penyewaan satelit seharusnya kala itu dipegang ke Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Namun, penyewaan satelit kemudian dialihkan ke Kemenhan. Dari sana kemudian terdapat inisiatif dari pihak swasta dalam penyewaan satelit tersebut.

"Ini yang didalami kenapa ini bisa berpindah (dari Kominfo) sementara Kemenhan tidak menganggarkan kira-kira itu," ujar Febrie.

Kejaksaan juga mulai memasuki tahap penyidikan dalam kasus ini sejak Jumat (14/1) dengan surat nomor 08 setelah menjalani proses penyelidikan selama 10 hari.

Menteri Koordinasi Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD melaporkan kasus ini ke kejaksaan. Selain mendapat penalti dari Avanti, dalam perkara yang sama pun pemerintah kalah menghadapi gugatan arbitrase dari perusahaan perator satelit yakni Navayo. Gugatan dari Navayo ini sekitar Rp 304 miliar. Sehingga dari proyek satelit Kemenhan ini pemerintah dirugikan lebih dari Rp 800 miliar. 

Mahfud memperkirakan angka kerugian dari gugatan proyek satelit ini akan bertambah besar karena masih beberapa perusahaan lain meneken kontrak dengan Kemenhan. Mereka yakni AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. "Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," kata dia.

Reporter: Nuhansa Mikrefin