Desakan penghentian Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% terus bermunculan karena kasus Covid-19 pada siswa terus meningkat di tengah kekhawatiran penyebaran Omicron. Kantor Staf Presiden (KSP) memastikan PTM 100% tetap berjalan dengan pengawasan ketat.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan ketentuan ini sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri. Berdasarkan SKB 4 menteri, pelaksanaan PTM dengan kapasitas 100% menyesuaikan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di setiap daerah. Artinya, semakin tinggi risiko Covid-19, maka level PPKM di satu wilayah akan semakin tinggi.
Bila level PPKM semakin meningkat, kebijakan PTM akan semakin mengarah kepada kebijakan online atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). "Nah selama belum ada level 3, PTM 100% tetap jalan tentunya dengan protokol kesehatan ketat,” kata Abetnego di gedung Bina Graha Jakarta, seperti dikutip dari keterangan pers, Selasa (25/1).
Jika suatu daerah dinyatakan menerapkan PPKM level 3, satuan pendidikan boleh melaksanakan PTM terbatas atau online.
Meski begitu, kesehatan peserta didik tetap menjadi prioritas. KSP pun akan mendorong satuan unit pendidikan melalui kementerian/lembaga terkait untuk melakukan pemeriksaan surveilans terhadap warga sekolah secara acak dan rutin. "Ini butuh kerja sama antara sekolah, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Abetnego juga meminta orang tua atau wali murid untuk tidak panik secara berlebihan, terutama saat kasus Corona varian Omicron tinggi. Ia mengatakan, waspada diperlukan tapi tidak boleh panik berlebih. “Bagaimanapun juga kualitas belajar secara tatap muka jauh lebih baik ketimbang online,” katanya.
Adapun Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jumeri mengatakan pemerintah selalu mengkaji perkembangan Covid-19. Sementara itu, kebijakan PTM terbatas akan mengikuti penerapan PPKM yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri).
Selain itu, PTM terbatas akan ditentukan berdasarkan capaian vaksinasi pada pendidik dan tenaga kependidikan serta lansia. "Jadi PTM bisa berubah dari 100% ke 50% bahkan 0% jika levelnya (PPKM) berubah," kata Jumeri kepada Katadata.co.id, Senin (24/1).
Dokter dan ahli medis juga telah menyurati pemerintah agar mengevaluasi sekolah tatap muka pada anak di bawah 11 tahun di tengah kasus Omicron. Surat dikirimkan lima organisasi profesi kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri.
Lima organisasi tersebut adalah Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI).
Permintaan evaluasi ini lantaran kepatuhan anak usia 11 tahun ke bawah terhadap protokol kesehatan belum berjalan 100%. Selain itu masih banyak anak yang belum mendapatkan vaksinasi Covid-19.
"Laporan beberapa negara, proporsi anak dirawat akibat infeksi Covid-19 varian Omicron lebih banyak dari varian sebelumnya," kata Ketua Umum PDPI Dr. Dr. Agus Dwi Susanto dalam keterangan tertulis, Minggu (23/1).
Ketua Umum PERKI, Isman Firdaus mengatakan anak-anak rentan mengalami komplikasi berat jika tertular Covid-19. Salah satunya adalah multisystem inflammatory syndrome yakni inflamasi pada organ tubuh anak.
"Serta komplikasi long Covid-19 sebagaimana dewasa yang akan berdampak pada kinerja kesehatan organ tubuh," kata Isman.