Definisi wakalah tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 1 26/DSN-MUI/VII/2019 tentang Akad Wakalah Bi Al-Istitsmar. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakkil kepada wakil untuk melakukan perbuatan hukum tertentu.
Dalam fatwa tersebut, muwakkil adalah pihal yang memberikan kuasa, baik berupa orang maupun yang dipersamakan dengan orang, yaitu badan hukum atau bukan badan hukum. Sedangkan yang dimaksud wakil adalah pihak yang menerima kuasa, baik berupa orang maupun badan hukum atau bukan badan hukum.
Pengertian Wakalah
Berdasarkan buku Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer, akad wakalah dapat diartikan dengan memberikan kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan di mana yang memberikan kuasa sedang tidak dalam posisi melakukan kegiatan tersebut.
Akad wakalah digunakan oleh seseorang apabila ia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang tidak dapat ia lakukan sendiri sehingga meminta orang lain untuk melaksanakannya.
Beberapa pendapat ulama tentang definisi wakalah meliputi:
- Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain dalam bertindak.
- Menurut Sayyid Sabiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
- Ulama Malikiyah berpendapat bahwa wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya di mana tindakan tersebut tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, karena tindakan setelah mati sudah berbentuk wasiat.
- Ulama Hanifiyah mengungkapkan bahwa wakalah adalah seseorang yang mempercayakan orang lain untuk menjadi ganti dirinya dalam bertindak pada bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan.
- Menurut ulama Syafi'iyah, wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
Wakalah dalam Perbankan
Mengutip publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Ojk.go.id, wakalah atau perwakilan, berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Bank diberikan mandat oleh nasabah untuk melaksanakan suatu perkara sesuai dengan amanah/permintaan nasabah.
Secara teknis perbankan, wakalah adalah akad pemberi wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil, dalam hal ini bank) untuk mewakili dirinya melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan dalam waktu tertentu.
Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberi kuasa. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
Syarat Wakalah
Syarat wakalah diatur dalam Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000. Adapun syarat wakalah sesuai fatwa adalah sebagai berikut.
1. Syarat muwakkil (yang mewakilkan)
Syarat muwakkil adalah:
- Seseorangan yang mewakilkan atau pemberi kuasa disyaratkan memiliki hak untuk bertindak pada bidang yang didelegasikannya. Karena itu, seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
- Pemberi kuasa harus cakap dalam bertindak atau mukallaf. Pemberi kuasa tidak boleh seseorang yang belum dewasa atau cukup akal, serta tidak boleh seorang yang gila.
2. Syarat wakil
Penerima kuasa perlu memiliki kecakapan terhadap suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah, sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yang diwakilkan.
3. Perkara yang diwakilkan atau objek wakal
Objek atau perkara harus sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, perkara yang mubah dan dibenarkan oleh syarak, memiliki identitas yang jelas. Contohnya, jual beli, sewa-menyewa, pemindahan hutang, pemberian upah dan sebagainya yang berada dalam kekuasaan pihak pemberi kuasa.
Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang sifatnya ibadah badaniyah, seperti salat dan puasa. Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Objek yang akan diwakilkan tidak boleh melanggar syariat Islam.
4. Pernyataan kesepakatan (ijab dan qabul)
Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.
Pembatalan Wakalah
Mengutip artikel Sa’diyah dan Aminnudin dalam Al-Masraf (Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan) - Volume 4, Nomor 2, wakalah dapat batal karena hal-hal tertentu, yaitu:
- Ketika salah satu pihak yang berwakalah itu wafat atau gila.
- Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
- Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang menerima kuasa dan berakhir karena hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas sesuatu obyek yang dikuasakan.
- Dihentikannya aktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.
- Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang diketahui oleh penerima kuasa.
- Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.
- Gugurnya hak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa.
Demikian penjelasan tentang wakalah syarat dan ketentuannya.