Jenis-jenis Inflasi Beserta Dampaknya

pixabay/niekverlaan
Ilustrasi pasar di Turki.
Penulis: Husen Mulachela
Editor: Safrezi
21/2/2022, 15.06 WIB

Inflasi adalah salah satu masalah ekonomi yang barangkali sudah pernah dialami oleh sebagian besar negara. Pembicaraan terkait inflasi kerap dikaitkan dengan kenaikan harga, sebab harga menjadi indikator penting dalam inflasi.

Mengutip buku "Esensi Ekonomi Makro (2016)" oleh Priyono dan Teddy Chandra inflasi diartikan sebagai suatu keadaan di mana terdapat kecenderungan kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus.

Sementara itu, Bank Indonesia mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Karena berlaku secara umum, kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan itu meluas sehingga mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

Inflasi dapat terjadi karena beberapa hal, seperti ketidakseimbangan pengeluaran agregat dibandingkan dengan kemampuan perusahaan menyediakan barang-barang, tuntutan kenaikan upah oleh pekerja, kenaikan harga-harga barang yang diimpor, hingga kekacauan politik dan ekonomi.

Lazimnya, indikator untuk menghitung tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK), sebuah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Karena itu, perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

Bank sentral juga menyebutkan bahwa indikator inflasi lainnya yakni berdasarkan international best practice, antara lain Indeks Harga Perdagangan Besar, Indeks Harga Besar, Indeks Harga Produsen, Deflator Produk Domestik Bruto, dan Indeks Harga Aset.

Jenis-jenis Inflasi

Dalam buku "Kebanksentralan seri Inflasi" oleh Suseno dan Siti Astiyah serta buku karya Supriyanto (2007), inflasi dapat dikelompokan dan dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Berdasarkan Tingkatannya

berdasarkan tingkatannya, inflasi dibagi menjadi:

  • Inflasi ringan: dibawah 10% per tahun.
  • Inflasi sedang: antara 10%-30% per tahun.
  • Inflasi berat: antara 30%-100% per tahun.
  • Hiperinflasi: dikenal sebagai inflasi tidak terkendali, yaitu di atas 100% per tahun.

2. Berdasarkan Sebabnya

Berdasarkan sebabnya, inflasi dibedakan menjadi:

Demand pull inflation

Timbul karena tingginya permintaan masyarakat terhadap suatu barang dan jasa. Sesuai dengan hukum permintaan, jika permintaan banyak sementara penawaran tetap, harga akan naik. Peningkatan permintaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pencetakan uang, kenaikan permintaan ekspor, bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah, dan sebagainya.

Cost push inflation

Cost push inflation terjadi karena kenaikan biaya produksi yang disebabkan oleh kenaikan biaya input atau biaya faktor produksi.

Bottle neck inflation

Inflasi ini dipicu oleh faktor penawaran atau faktor permintaan. Jika terjadi karena faktor penawaran, sekalipun kapasitas yang ada sudah terpakai tetapi permintaanya masih banyak, maka dapat menimbulkan inflasi. Jika terjadi karena faktor permintaan, maka disebabkan adanya likuiditas yang lebih banyak, baik berasal dari sisi keuangan atau akibat tingginya ekspektasi terhadap permintaan baru.

3. Berdasarkan Tempat Asalnya

Jenis inflasi berdasarkan tempat asalnya, yaitu:

Domestic inflation

Inflasi yang berasal dari dalam negeri. Inflasi ini terjadi sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolan perekonomian baik disektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.

Imported inflation

Inflasi yang berasal dari luar negeri yang bisa timbul akibat kenaikan harga barang impor. Menurut jurnal "Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya" oleh Adwin S. Atmaja, inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Inflasi ini dapat menular, baik melalui harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.

4. Berdasarkan Sifatnya

Mengutip berkas.dpr.go.id, menurut Nopirin (1987), berdasarkan sifatnya, inflasi dikategorikan menjadi tiga, yakni:

Inflasi merayap (creeping inflation)

Ditandai adanya laju inflasi yang rendah di mana kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang relatif kecil dan dalam jangka waktu lama.

Inflasi menengah (galloping inflation)

Ditandai dengan adanya kenaikan harga yang cukup tinggi dan kadang dalam jangka waktu pendek serta memiliki sifat akselerasi. Artinya, harga-harga minggu/bulan ini lebih tinggi daripada harga-harga minggu/bulan lalu dan seterusnya.

Inflasi tinggi (hyper inflation)

Adalah inflasi parah yang bisa membuat masyarakat tidak lagi ingin menyimpan uangnya. Perputaran uang terjadi begitu cepat dan harga naik secara akselerasi. Kondisi ini biasanya terjadi karena pemerintah mengalami defisit anggaran belanja yang dibelanjai/ditutup dengan dengan mencetak uang.

Dampak Inflasi

Adapun dampak inflasi terhadap perekonomian, di antaranya:

1. Penurunan Nilai Mata Uang

Penurunan nilai mata uang dapat menyebabkan daya beli mata uang tersebut menjadi semakin rendah, yang selanjutnya akan berdampak pada individu, dunia usaha, hingga APBN.

2. Redistribusi Pendapatan

Redistribusi pendapatan yang terjadi akibat inflasi menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil yang lain akan jatuh.

3. Output dan Kesempatan Kerja

Inflasi memotiviasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan sebelumnya.

4. Pembelian Barang

Apabila konsumen memperkirakan tingkat inflasi di masa mendatang akan naik, maka mereka akan melakukan pembelian barang atau jasa secara besar-besaran daripada menunggu harga semakin meningkat.

5. Ekspor

Ketika mengalami inflasi, kemampuan ekspor suatu negara akan berkurang karena biaya ekspor akan lebih mahal. Selain itu, daya saing barang ekspor mengalami penurunan, yang pada akhirnya berpengaruh pada berkurangnya devisa negara.