Perang Aceh adalah perang antara Kesultanan Aceh melawan penjajah Belanda. Perang ini berlangsung lama mulai 1873 sampai tahun 1910. Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada 26 Maret 1873. Perang terjadi karena masyarakat Aceh tidak ingin wilayahnya dikuasai oleh penjajah.
Penyebab Perang Aceh
Berikut penyebab terjadinya perang Aceh dari umum ke khusus:
- Penyebab umum perang Aceh adalah pemerintah Belanda melakukan perjanjian Traktat London (1824) dan Traktat Sumatra (1871).
- Pemerintah Belanda ingin menguasai Aceh karena memiliki kerajaan kuat dan kemampuan diplomatis tinggi.
- Perjanjian London (1824) membuat Aceh menjadi daerah penyangga kekuasaan Inggris di Malaka. Sedangkan Bengkulu diserahkan Inggris pada Belanda.
- Belanda berhak atas kekuasaan daerah Sumatra Timur yang didapatkan dari Sultan Siak. Belanda membantu Sultan Siak dalam perang saudara melalui Traktak Siak tahun 1858.
- Terbukanya Terusan Suez tahun 1869, membuat perairan Aceh menjadi jalur pelayaran Eropa ke Asia. Traktat Sumatra di tahun 1871, menjelaskan Inggris tidak menghalangi usaha Belanda meluaskan daerah kekuasaan sampai Aceh.
- Penyebab khusus perang Aceh seperti kesultanan Aceh menjalin hubungan diplomasi dengan negara Italia, Turki, dan Amerika Serikat. Belanda cemas nantinya Aceh menuntut untuk diakui kedaulatan oleh Belanda.
- Belanda menginginkan Aceh tunduk pada pemerintahan. Tetapi Sultan Aceh menolak tunduk pada Belanda hingga terjadi perang.
Latar Belakang Perang Aceh
Mengutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas XII, awalnya Belanda melakukan perjanjian damai dengan Aceh. Namun, pemerintah kolonial menyadari Aceh menjadi wilayah penting untuk jalur perdagangan.
Akhirnya Aceh melanggar perjanjian kemudian memulai penyerangan. Belanda membawa pasukan perang sampai 3.000 orang dan mendatangan kapal-kapal perang.
Perang dipimpin oleh Mayor Jenderal Kohler pemimpin pasukan. Serangan pertama dimulai di ibu kota Aceh, Masjid Baiturrahman.
Perang melawan pasukan Belanda ini berlangsung selama dua minggu. Sampai akhirnya Belanda berhasil menduduki istana.
Namun, perjuangan Belanda menaklukkan istana sia-sia karena Sultan Aceh dan keluarganya berhasil melarikan diri. Sultan pergi ke daerah Lueng Bata di Aceh.
Mengutip dari buku IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah) perang Aceh terus terjadi hingga tahun 1912. Pahlawan wanita Cut Nyak Dien berjuang dalam perang Aceh, sampai akhirnya menyerah di tahun 1905.
Kemudian perlawanan dilakukan oleh pejuang wanita lain yaitu Tjut Nyak Meutia. Namun, Tjut Nyak Meutia gugur dalam perang di tahun 1910. Perang Aceh terus terjadi di tahun 1912 meski banyak pemimpin yang gugur di medan perang.
Perang Aceh berakhir setelah Belanda memakai strategi devide et impera. Strategi devide et impera atau politik adu domba. Strategi ini digunakan untuk memecah kedua belah pihak.
Tokoh Perang Aceh
1. Teuku Cik Ditiro
Tokoh penting selama perang Aceh dari Indonesia adalah Teuku Cik Ditiro yang menjadi pemimpin pasukan. Ketika itu Teuku Cik Ditiro melawan pemimpin van der Heyden ketika menyerah Aceh Besar. Teuku Cik Ditiro kemudian gugur di tahun 1891.
2. Teuku Umar
Berlanjut di tahun 1893, Teuku Umar melakukan penyerangan. Selain itu Teuku Umar berhasil meloloskan diri pada Maret 1896, setelah ditawan. Teuku Umar kemudian gugur di Meulaboh pada 11 Februari 1899.
3. Sultan Daud Syah dan Panglima Polim
Kedua tokoh di atas melakukan perlawanan sampai akhirnya dipaksa menyerah pada Belanda.
4. Tjut Nyak Dien
Mengutip dari kemdikbud.go.id, Cut Nyak Dhien termasuk Pahlawan Nasional dari Aceh. Cut Nyak Dhien melanjutkan perjuangan sang ayah melawan pemerintah Belanda.
Sampai akhirnya Cut Nyak Dhien dan pengikutnya ditangkap pada 7 November 1905. Tokoh Pahlawan ini diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal di tempat pengasingan.
5. Cut Meutia
Cut Meutia termasuk Pahlawan Nasional dari Aceh. Lahir tahun 1870, Cut Meutia menjadi anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.
Cut Meutia melakukan perang gerilya dan spionasi melawan Belanda ditahun 1901. Suaminya Cik Tunong dijatuhkan hukuman tembak mati oleh Belanda.
Setelah suaminya tewas, Cut Meutia tetap melanjutkan perang bersama Pang Nanggroe. Perlawanan tersebut berakhir 25 September 1910.
Setelah Pang Nanggroe meninggal dunia, Cut Meutia tetap mengikuti perang gerilya. Pada 25 Oktober 1910, Cut Meutia meninggal dunia di medan perang.