MK Tolak Uji Materi Gatot Nurmantyo Soal Presidential Threshold

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Sidang pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Yuliawati
24/2/2022, 14.10 WIB

Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan oleh mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman membacakan amar putusannya dalam sidang putusan pada Kamis (24/2).

Gatot meminta MK menguji Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Dalam beleid tersebut, pencalonan presiden hanya bisa dilakukan oleh partai atau koalisi partai yang memperoleh 20 % kursi DPR atau 25 % secara sah suara nasional di pemilu sebelumnya. Ketetapan ini sudah berlaku sejak Pemilu 2009.

Saat membacakan amar putusan, Anwar mengatakan Gatot selaku pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Hal ini lantaran pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu adalah partai politik ataupun koalisi partai politik peserta pemilu dan bukan warga negara yang memiliki hak untuk memilih.

Gatot dalam dalilnya menyebut berlakunya presidential threshold saat ini mengakibatkan terbatasnya calon-calon pemimpin rakyat di masa depan. Gatot kemudian merujuk pada Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Menurut Gatot, pemilu yang jujur dan adil harus memberikan kesempatan kepada semua partai politik peserta pemilu untuk mengusung pasangan calon tanpa adanya pembatasan.

Dalam putusan dengan nomor 70/PUU-XIX/2021, majelis menilai Gatot selaku pemohon telah mengetahui bahwa hasil Pemilu 2019 menjadi syarat presidential threshold untuk Pilpres 2024 yang hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

“Sehingga tidak terdapat kerugian konstitusional pemohon,” ujar Anggota Majelis Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Selain itu, Hakim menilai bahwa presidential threshold tidak memiliki korelasi dengan Pasal 222 UU Pemilu lantaran tidak membatasi jumlah paslon. Hakim lantas menyebut tidak terdapat hubungan sebab akibat antara presidential threshold dan hak konstitusional sebagai pemilih dalam pemilu.

Putusan terhadap permohonan Gatot ini menambah deretan penolakan uji materi terhadap UU Pemilu. Sejak UU Pemilu 7 Tahun 2017 diundangkan, MK menerima 16 permohonan uji materi terhadap UU Pemilu. Dari 16 permohonan tersebut sebanyak 13 telah ditolak oleh MK, satu perkara masih dalam proses uji materi dan dua perkara baru diajukan.

Permohonan yang sedang diproses datang dari kader Gerindra yakni Ferry Joko Yuliantono. Gerindra melalui Sekretaris Jenderal Gerindra, Ahmad Muzani menegaskan gugatan Ferry ke MK tidak mewakili partai. Muzani mengatakan Gerindra tidak mempersoalkan berapapun angka ambang batas pencalonan presiden.

Pakar Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar sebelumnya menilai gugatan presidential threshold hanya memiliki legal standing atau kedudukan pemohon dalam uji materi yang kuat bila diajukan oleh partai politik peserta pemilihan umum di antaranya Partai Demokrat atau Partai Keadilan Sosial (PKS).

"Bila mau mengajukan permohonan presidential threshold seharusnya partai politik. Partai politik peserta pemilu itu hampir tidak mungkin tertolak permohonannya," ujar Zainal kepada Katadata.co.id pada Selasa (4/1).

Zainal menyebut partai politik seperti Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sosial (PKS) memiliki kans mengajukan uji materi. Kedua partai tersebut saat ini menjadi oposisi bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Zainal mengatakan partai dapat mengajukan argumen dengan dalil bahwa pemohon merupakan kandidat yang akan maju sebagai calon presiden tapi terhambat persyaratan ambang batas. Kerugian calon kandidat ini akan terlihat dibandingkan yang diajukan oleh perorangan.

Reporter: Nuhansa Mikrefin