Sultan Hasanuddin adalah pahlawan nasional yang memimpin Kesultanan Islam Gowa-Tallo. Sultan Hasanuddin berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Sultan Gowa yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape ini mendapat julukan "Ayam Jantan dari Timur". Julukan ini disematkan karena sosoknya yang berani dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Sultan Hasanuddin diangkat sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, pada tanggal 6 November 1973.
Profil Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir 12 Januari 1631 di Makassar, Sulawesi. Ia meninggal dunia di usia 39 tahun, pada 12 Juni 1670.
Sultan Hasanuddin merupakan Sultan Gowa ke-16 di kerajaan Islam Gowa Tallo. Ia memimpin Kesultanan Gowa sejak 1653 hingga 1669.
Sultan Hasanuddin merupakan putra kedua di Kesultanan Gowa. Setelah ayahnya meninggal dunia tahun 1655, Sultan Hasanuddin kemudian dinobatkan sebagai Raja. Pemilihan pemimpin ini berdasarkan prestasi ketika ayahnya memerintah.
Mengutip dari zenius.net, nama asli Sultan Hasanuddin adalah Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.
Setelah naik tahta menggantikan ayahnya, ia diberi gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana. Setelah tutup usia, gelarnya menjadi Tumenanga Ri Balla Pangkana.
Peninggalan Sultan Hasanuddin
Kesultanan Gowa Tallo berada di Sombaopu, Makassar Sulawesi Selatan. Sultan Gowa memeluk agama Islam tahun 1605, yang kemudian mendapatkan gelar Sultan Alauddin.
Kesultanan Gowa Tallo dahulu adalah dua kerajaan yang bersatu. Selain itu kesultanan ini menjadi kerajaan Islam pertama di Sulawesi.
Kesultanan Gowa Tallo menjadi kerajaan yang memiliki armada kapal perang dan benteng. Rakyat Kesultanan Gowa Tallo hidup makmur karena perdagangan rempah-rempah. Daerah Gowa juga menjadi pusat perdagangan di wilayah timur.
Setelah Sultan Alauddin yang wafat tahun 1638, kepimpinan Kesultanan Gowa dilanjutkan oleh Muhammad Said (1.638-1653). Setelah Muhammad Said wafat, kemudian beliau digantikan oleh anaknya, yaitu Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin dikenal pantang menyerah melawan penjajahan Belanda. Terjadi pertentangan kerajaan Gowa dengan Perusahaan Dagang Hindia Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Mengutip dari buku IPS SD/MI Kls 5, berikut peninggalan Sultan Hasanuddin di kerajaan Gowa Tallo:
- Istana Tua dari kayu kemudian dijadikan Museum Ballompua
- Makam Sultan Hasanuddin
- Benteng Ujung Pandang sekarang menjadi bangunan bekas benteng Fort Rotterdam
- Benteng Otanah peninggalan kerajaan Makassar
- Batu Palantikan, merupakan batu untuk pengambilan sumpah raja Gowa Tallo
Perjuangan Sultan Hasanuddin
Kesultanan Gowamenjadi jalur lintas perdagangan, sekaligus pusat perhubungan. Jalur pelayaran ini menghubungkan perdagangan antara pulau Jawa, Kalimantan, dan Maluku.
Penyebab Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan, karena VOC ingin menguasai rempah-rempah di perairan Sulawesi dan Maluku.
VOC merupakan kongsi dagang yang dibuat oleh Belanda. Adanya VOC ini untuk menggabungkan usaha dan mengurangi persaingan pedagang Eropa lainnya.
Tetapi, VOC melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah. Kesultanan Gowa Tallo menolak monopoli perdagangan. Kemudian kerajaan mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan armada untuk melawan VOC.
Sultan Hasanuddin melakukan persiapan perang dan mempersatukan kerajaan-kerajaan di sekitar Gowa. Salah satu pemberontak Sultan Hasanuddin adalah Arung Palakka.
Arung Palakka berasal dari Kerajaan Bone, yang memiliki hubungan kurang baik dengan Kesultanan Gowa. Konflik antara dua kerajaan inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh VOC.
Mengutip dari kemdikbud.go.id, Arung Palakka melarikan diri ke Batavia, untuk menghindari dari kejaran Kesultanan Gowa. Kemudian, Arung Palakka meminta bantuan VOC menghancurkan Kesultanan Gowa.
Terjadi perang di tahun 1966 antara VOC di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman. Armada VOC kemudian pergi dari Batavia ke Sombaopu, ibukota Gowa.
Terajdai Perang Makassar yang berlangsung dari tahun 1.666 hingga 1669. Perang tersebut melibatkan VOC yang ingin mengepung Kesultanan Gowa. Terjadi pertempuran besar-besaran antara VOC dan Kerajaan Bone melawan Kesultanan Gowa.
Perjanjian Bongaya
Pertempuran yang berlangsung lama akhirnya membuat posisi Kesultanan Gowa kian lemah. Inilah yang kemudian membuat Sultan Hasanuddin terpaksa melakukan perjanjian dengan VOC. Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Mengutip dari buku IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah), isi perjanjian yaitu:
- Sultan Hasanuddin diwajibkan memberi kebebasan pada VOC untuk berdagang di kawasan Makassar dan Maluku
- VOC memegang monopoli perdagangan Indonesia bagian Timur, terutama Makassar
- Kerajaan Bone yang diserang Sultan Hasanuddin, dikembalikan pada Aru Palaka yang diangkat menjadi Raja Bone
Isi perjanjian Bongaya yang sangat merugikan posisi Kesultanan Gowa ini, membuat perlawanan terhadap penjajahan Belanda kembali muncul. Hingga akhir hayatnya, Sultan Hasanuddin terus melakukan perlawanan pada Belanda. Pada 12 Juni 1670, Sultan Hasanuddin wafat karena menderita penyakit ari-ari.