Sejumlah lahan di Ibu Kota Nusantara IKN, Kalimantan Timur ternyata masih memiliki masalah. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah akan menyelesaikan polemik status tanah tersebut.
Ia mengatakan, Kantor Staf Presiden (KSP) bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mempercepat penyelesaian masalah agraria di IKN.
“Kami sudah berpengalaman dalam mempercepat penyelesaian konflik agraria. Jadi soal itu sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi,” kata Moeldoko dalam keterangannya, Kamis (17/3).
KSP juga akan mengawal pembangunan IKN melalui proses akselerasi dan debottlenecking. Selain itu mereka berusaha mencegah korupsi dan membangun integritas dalam keseluruhan proses pengembangan ibu kota baru.
Moeldoko juga memastikan, keputusan pemindahan dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) sudah final dan diwujudkan dalam Undang-Undang No 3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Selain itu. keputusan tersebut sudah melalui proses panjang hingga pembentukan Badan Otorita IKN sebagai pelaksananya.
Untuk itu, ia menilai pentingnya dukungan semua pihak agar Otorita IKN bisa bekerja. “Pembangunan IKN perlu dukungan, bukan perdebatan. Ini persoalan membangun kota dunia demi Indonesia Maju,” ujar Moeldoko
Adapun, pemindahan IKN dilakukan untuk mengatasi ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa yang telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun. Selain itu, pemindahan pusat pemerintahan juga menjadi jawaban atas tantangan ancaman pemanasan global.
“Jangan sampai kita mewariskan Indonesia yang penuh bencana dan meninggalkan ketidakpedulian terhadap masa depan generasi berikutnya,” ujar Moeldoko.
Berdasarkan temuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), ada banyak permasalahan lahan di wilayah yang akan dibangun menjadi IKN. KPA mencatat, Kabupaten Kutai Kartanegara tercatat memiliki lahan sekitar 2,6 juta hektare, namun 1,2 juta hektare atau 46% di antaranya memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tumpang tindih.
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Penajam Paser Utara yang tercatat memiliki lahan sekitar 322 ribu hektare. Tapi, sekitar 218 ribu hektare atau 67% di antaranya dinilai mengalami masalah tumpang tindih.
KPA mengatakan tumpang tindih ini terjadi karena ada perkara konflik agraria yang belum rampung sejak lama. Mereka juga menyebut perkara ini melibatkan konflik penguasaan lahan antara pemerintah dan masyarakat lokal.
"Berdasarkan temuan kami, di lokasi IKN telah lama dikuasai petani, lokasi adat," ujar Kepala Advokasi Kebijakan KPA Roni Septian dalam jumpa pers virtual, Senin (14/3).