Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi salah satu partai yang lantang menyerukan wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, dan memperpanjang masa jabatan Presiden. Namun di saat bersamaan, ternyata mereka tengah mempersiapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar agar dapat menjadi kandidat calon presiden pada Pemilu 2024.
Anggota DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, menjelaskan partainya sudah mempersiapkan berbagai skenario untuk menghadapi beragam kemungkinan dinamika politik. Sebab bagi PKB, sudah menjadi keharusan mengusung dan memperjuangkan Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin untuk terlibat dalam kontestasi pemilihan presiden pada Pemilu 2024.
“Salah kalau sebagai kader tidak mengusung pimpinan sendiri. Itu menjadi aneh. Tidak lazim,” ujarnya kepada Katadata.co.id, di Komplek Parlemen, Rabu (30/3).
Untuk terus menggenjot elektabilitas Cak Imin, Luluk membocorkan bahwa PKB telah melakukan konsolidasi terhadap struktur partai, dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) hingga anak ranting serta simpatisan. Termasuk juga aktivis, petani, dan pemuka agama yang turut mendukung PKB.
“Soal kemudian di level atas, ketika kontestasi kalah atau menang, itu soal lain. Tapi mudah-mudahan bukan persoalan kalah menang,” kata Luluk.
Politisi yang menjadi anggota Komisi IV DPR ini menegaskan bahwa partainya sama sekali tidak terpengaruh dengan wacana untuk menunda Pemilu 2024. Sebab kedua persoalan ini dapat berjalan beriringan, sambil menjaring dan menyampaikan aspirasi terkait penundaan Pemilu, para kadernya tetap menyuarakan Cak Imin sebagai kandidat capres pada Pemilu 2024.
“Kita itu siap untuk tanding. Kita siap untuk fight. Mau 2024 atau tiba-tiba yang lain. Kan semua masih dinamis,” ujarnya.
Menanggapi wacana penundaan Pemilu, anggota Badan Legistatif (Baleg) ini menilainya sebagai sesuatu hal wajar. Baginya, wacana tersebut merupakan bagian dari dinamika dalam bernegara. “Kita sebagai partai politik memberikan ruang bahwa wacana yang terkait dengan penundaan dan seterusnya sangat dimungkinkan untuk didiskusikan, karena itu bagian dari yang menjadi consent oleh publik,” jelas Luluk.
Wacana penundaan Pemilu pun berimbas pada isu penambahan masa jabatan Presiden. Meski di dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara jelas menyatakan presiden dan wakilnya hanya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Bagi Luluk, dengan adanya aspirasi dari masyarakat maka terbuka kemungkinan untuk mendiskusikan terwujudnya wacana ini.
“Faktanya memang ada sebagian masyarakat yang mempunyai suara terkait pentingnya penundaan atau perpanjaangan atau konteksnya menambah periodisasi. Itu kan sangat mungkin juga untuk didiskusikan di ruang yang benar. Lembaganya ada di DPR, MPR, dan partai politik,” terangnya.
Jika penambahan masa jabatan presiden direalisasikan, maka diperlukan amandemen terhadap UUD 1945, khususnya pasal-pasal yang mengakomodir masa jabatan presiden serta penyelenggaraan Pemilu. Menyangkut hal ini, Luluk mengimbau masyarakat agar tidak khawatir, selama diskusi dilakukan oleh lembaga yang memiliki tugas dan fungsi terkait itu.
“Mungkin yang tidak elok adalah ketika anggota kabinet mempromosikan perpanjangan jabatan presiden di luar forum resmi itu justru kurang etis karena dia bagian dari pemerintah. Kalau lembaga politik, seperti DPR dan parpol sudah semestinya,” katanya.
Sebelumnya, anggota kabinet yang membahas wacana penundaan pemilu di luar forum resmi adalah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves) Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam sebuah wawancara dengan Deddy Corbuzier, Luhut mengatakan semua wacana yang muncul di masyarakat terkait masa jabatan Presiden Jokowi merupakan bagian dari demokrasi.
Nantinya, menjadi tugas parlemen untuk membuat sikap terkait suara-suara dari masyarakat, yang merupakan konstituen mereka. "Tapi kalau tiba-tiba nanti ada yang bilang kita rakyat ini minta begini-begini. Terus DPR proses, partai politik berproses segala macam, terus sampai misalnya di MPR bilang karena keadaan situasi, seperti tadi yang Dedi bilang, ya udah kita tunda dulu deh satu hari atau setahun, atau dua tahun atau tiga tahun, ya itu kan sah-sah aja," ungkap Luhut dalam podcast Deddy Corbuzier, Jumat (11/3).
Luhut melanjutkan, berdasarkan percakapan masyarakat di jagat maya yang tertangkap Big Data, ia mengklaim sentimen dukungan terhadap Jokowi masih kuat. Namun, Presiden Jokowi tetap teguh dengan ucapan yang sudah disampaikan sebelumnya, yaitu patuh terhadap konstitusi.