Kasus dugaan penipuan dengan modus aplikasi investasi kini sedang menjadi perhatian, terutama setelah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sedang menyelidiki beberapa aplikasi binary option atau opsi biner, serta robot trading.
Beberapa aplikasi yang berhasil dijerat adalah Binomo, Quotex, Fahrenheit, dan Viral Blast. Beberapa nama tersangka dari kasus ini adalah dua pemberi pengaruh (influencer) Indra Kenz dan Doni Salmanan, serta bos Fahrenheit Hendry Susanto. Sementara pendiri Viral Blast, Putra Wibowo, hingga kini masih buron.
Terbaru, Polri kembali menetapkan seorang tersangka terkait aplikasi Binomo, yaitu Fakarich, guru trading Indra Kenz di Binomo. Kemudian, ada juga manajer development Binomo, Brian Edgar Nababan.
Penipuan terkait platform Binomo tak hanya terjadi di Indonesia. Pada periode 2020, Binomo kerap digunakan sebagai kedok untuk penipuan di Nigeria.
Mengutip laporan Stanford Internet Observatory (SIO) atau Observatorium Internet Universitas Stanford, yang mengidentifikasi ratusan akun di Facebook, Instagram, Twitter, LinkedIn, dan TikTok untuk menargetkan aksi penipuan terhadap masyarakat di Nigeria.
Berbagai akun oknum diketahui telah menyusupi akun seseorang, kemudian mengunggah cerita dan mengeklaim mendapatkan uang melalui skema investasi. Mereka lalu mendorong para pengikut atau sejawat dari akun tersebut untuk turut "berinvestasi".
Salah satu caranya adalah dengan membajak akun media sosial atau email seseorang, kemudian menguasai akun tersebut untuk beberapa saat dengan mempromosikan kisah sukses mereka dalam berinvestasi menggunakan aplikasi, umumnya memakai nama Binomo dan Olymp Trade.
Mereka yang percaya, kemudian diarahkan berkomunikasi melalui aplikasi perpesanan. Saat itulah, oknum tersebut meminta para investor mengirimkan sejumlah uang sebagai modal awal, dan menjanjikan mereka akun serta akses ke aplikasi. Akan tetapi, sesaat setelah mengirimkan uang, biasanya oknum tersebut akan menghilang.
SIO telah mengidentifikasi ratusan akun yang tersebar di beberapa platform media sosial di Nigeria, termasuk 129 halaman Facebook dan akun pribadi, 59 akun Instagram, 21 akun Twitter, 18 akun LinkedIn, dan lima akun TikTok.
Twitter secara permanen menangguhkan sekitar 270 akun yang terkait dengan penipuan ini, dan Facebook menangguhkan puluhan akun Facebook dan Instagram.
Peliknya penipuan menyangut opsi biner telah lama menjadi perhatian dunia.
Di Asia Tenggara, selain Indonesia, Kepolisian Singapura juga menangani dugaan penipuan terkait aplikasi opsi biner pada akhir 2016. Kala itu, ada sekitar 30 laporan dengan kerugian mencapai lebih dari satu juta dolar Singapura. Dalam keterangan resmi kepolisian Singapura disebutkan, sebagian besar investor berasal dari kalangan profesional keuangan serta pensiunan.
Menurut kepolisian Singapura, sebagian besar platform perdagangan opsi biner merupakan entitas yang tidak tunduk terhadap peraturan, dan memiliki basis usaha di luar Singapura. Tempat paling umum yang mereka klaim sebagai lokasi kantor pusatnya adalah Inggris, Siprus, dan SAR Hong Kong.
Lembaga investigasi federal Amerika Serikat, yaitu Federal Bureau of Investigation (FBI) telah memberikan peringatan mengenai penipuan di balik perdagangan pada opsi biner.
Pada 2017, FBI menjelaskan bahwa divisi pengaduan kriminal di internet, yaitu Internet Crime Complaint Center (IC3) pada 2011 menerima empat laporan dengan korban mengalai kerugian hingga 20 ribu USD.
Namun berselang lima tahun, IC3 menerima ratusan keluhan dengan kerugian korban mencapai jutaan dolar yang dilaporkan selama 2016. Menurut FBI, angka tersebut hanya mencerminkan korban yang melaporkan diri ke IC3, jumlah sebenarnya di seluruh dunia, tidak sepenuhnya diketahui.
"Beberapa negara Eropa telah melaporkan bahwa keluhan penipuan terkait opsi biner mencapai 25 persen dari semua keluhan penipuan yang diterima," jelas keterangan resmi FBI pada 13 Maret 2017.
Menurut Agen Khusus Milan Kosanovich, yang bekerja di Unit Kejahatan Keuangan Kompleks Divisi Investigasi Kriminal FBI, salah satu tantangan terbesar penegak hukum dalam menghadapi kasus-kasus ini adalah kenyataan bahwa penipu menggunakan perangkat canggih dan beroperasi di banyak negara.
Faktor penting lainnya, kata Kosanovich, adalah kesadaran dan memberikan pemahaman kepada para investor. “Investor perlu menyadari potensi penipuan yang signifikan di situs opsi biner, dan mereka perlu memastikan bahwa mereka melakukan uji tuntas sebelum menempatkan perdagangan atau taruhan pertama itu,” ujar Kosanovich dikutip dari situs resmi Pemerintah AS.
Umumnya penipuan terkait opsi biner meliputi tiga kategori, yaitu penolakan untuk mencairkan rekening pelanggan atau mengembalikan dana kepada pelanggan. Biasanya dilakukan dengan membatalkan permintaan penarikan pelanggan, mengabaikan panggilan telepon dan email pelanggan, bahkan membekukan akun serta menuduh pelanggan telah melakukan penipuan.
Kedua, meliputi pencurian identitas. Perwakilan dari situs opsi biner mengeklaim secara sepihak menyatakan pemerintah memerlukan fotokopi kartu kredit, paspor, SIM, tagihan listrik, atau data pribadi lainnya.
Selanjutnya memanipulasi perangkat lunak dari aplikasi perdagangan. Beberapa dari platform perdagangan ini mungkin mengonfigurasi ulang algoritme yang mereka gunakan, sehingga secara sengaja menghasilkan kerugian pada perdagangan, seringkali dengan mendistorsi harga dan pembayaran.
Di Uni Eropa, European Securities and Markets Authority (ESMA), otoritas yang bertugas mengawasi dan menetapkan kebijakan terkait pasar dan sekuritas di Eropa, telah melarang praktik perdagangan opsi biner sejak 2 Juli 2018.
“Distribusi dan penjualan opsi biner ke klien ritel dilarang di seluruh Uni Eropa,” kata juru bicara ESMA seperti dikutip dari Emerging Europe.
Sementara Australia, larangan terhadap perdagangan opsi biner berlaku sejak 3 Mei 2021. Australian Securities & Investments Commission (ASIC), sebuah komisi yang menangani masalah sekuritas dan investasi di Australia, menyatakan opsi biner mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi klien ritel.
Dalam keterangan resmi ASIC yang dipublikasikan 1 April 2021, komisi menyebutkan pada 2017 dan 2019 sekitar 80% klien ritel kehilangan uang dalam perdagangan opsi biner.
Komisaris ASIC, Cathie Armour, mengatakan karakteristik produk 'opsi biner' membuatnya tidak sesuai dengan investasi atau penggunaan manajemen risiko oleh klien ritel.