BPOM Perpanjang Masa Kedaluwarsa Vaksin Covid-19, Apa Alasannya?

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/hp.
Petugas instalasi farmasi memeriksa vaksin COVID-19 yang disimpan di UPT Instalasi Farmasi Badung, Bali, Kamis (4/3/2021).
6/4/2022, 14.43 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) telah menyetujui perpanjangan batas kedaluwarsa vaksin Covid-19 sampai enam bulan ke depan. Perubahan tanggal ini menimbulkan kekhawatiran di mata masyarakat mengenai keamanan serta khasiat dari vaksin yang diberikan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR RI, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengungkap alasan masa kedaluwarsa vaksin Covid-19 dapat dilakukan perpanjangan.

Menurutnya, penentuan tanggal kedaluwarsa vaksin tidak bisa disamakan dengan bahan pangan atau produk lainnya. Sebab ada situasi darurat yang menyebabkan vaksin harus segera diberikan, sehingga tidak bisa menunggu waktu uji ketahanan produk selesai dilakukan.

"Karena situasi pandemik, sehingga membuat regulator harus memberikan dalam waktu yang lebih singkat, cepat, sehingga bisa segera diakses produknya," jelas Penny di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4).

Sementara terhadap bahan pangan atau produk lainnya, umumnya proses uji ketahanan telah selesai dilakukan sehingga tanggal kedaluwarsa memiliki kepastian.

Perbedaan kondisi ini yang membuat tanggal kedaluwarsa vaksin dapat diperpanjang dengan memperhitungkan shelf life atau masa simpannya.

"Shelf life ditentukan berdasarkan uji stabilitas pada sejumlah bets produk dan digunakan untuk menetapkan tanggal kedaluwarsa vaksin," ungkap Penny.

Penny meyakinkan, bahwa memperpanjang masa kedaluwarsa vaksin lazim dilakukan di berbagai negara. Keputusan ini dilakukan berdasarkan pembaharuan data uji stabilitas yang dilakukan industri farmasi pemegang izin edar.

Dalam proses pengajuan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA), industri farmasi harus menyampaikan hasil uji stabilitas untuk penetapan batas kedaluwarsa. Sesuai standar internasional, persyaratan data uji stabilitas minimal untuk EUA obat dan vaksin adalah tiga bulan.

"Badan POM selanjutnya melakukan evaluasi terhadap data mutu dan hasil uji stabilitas yang mencakup antara lain identifikasi, potensi, sterilitas, cemaran, endotoksin, dan pH produk akhir vaksin," terang Penny.

Penny pun menepis kekhawatiran Anggota Komisi IX DPR Anshori Siregar, yang mengira keputusan untuk memperpanjang masa kedaluwarsa vaksin Covid-19 dilakukan karena adanya tekanan. Menurut Penny, keputusan BPOM ini dikeluarkan tanpa ada tekanan dari pihak manapun. 

Pada kesempatan ini, Direktur Utama Bio Farma juga menjelaskan hingga Maret lalu, ada 19,32 juta dosis yang memasuki tanggal kedaluwarsa. Sedangkan pada April ini, tercatat 1,53 dosis berpotensi masuk kedaluwarsa.

Sebelumnya BPOM telah mengeluarkan untuk memperpanjang masa kedaluwarsa enam vaksin yang beredar di Indonesia, mereka adalah:

- Vaksin dari Bio Farma dengan batas kedaluwarsa 12 bulan;

- Vaksin Sinopharm kemasan 1 dosis prefilled syringe dengan batas kedaluwarsa 12 bulan;

- Vaksin Zifivax dengan batas kedaluwarsa 12 (dua belas) bulan;

- Vaksin Sinopharm kemasan 2 dosis/vial dengan batas kedaluwarsa 9 (sembilan) bulan;

- Vaksin AstraZeneca bets tertentu yang diproduksi Catalent Anagni S.R.L., Italia dengan batas kedaluwarsa 9 bulan;

- Pfizer-Biontech Covid-19 Vaccine (Comirnaty) dengan tempat/site produksi di Pfizer Manufacturing Belgium, Puurs, Baxter dirilis Biontech dan Mibe dirilis Biontech, dengan batas kedaluwarsa 9 bulan.

Pemantauan batas kedaluwarsa vaksin Covid-19 di peredaran merupakan tanggung jawab produsen vaksin pemegang EUA dan dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan.

Pemilik EUA wajib memastikan bahwa vaksin Covid-19 yang digunakan dalam program vaksinasi Covid-19 tetap memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.

Reporter: Ashri Fadilla