Transformasi perbankan dari konvensional ke digital, adalah sebuah hal yang tidak bisa dihindari. Namun, sepertinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk mendukung perkembangan bank digital, salah satunya adalah literasi digital masyarakat atau nasabah.
Komisaris Bank Jago, Anika Faisal mengatakan, teknologi digital memampukan nasabah melakukan penyesuaian ketika melakukan transaksi di bank. Berkat teknologi digital, saat ini nasabah hanya tinggal duduk manis bertransaksi melalui aplikasi di telepon pintarnya.
Kata Anika, sekarang nasabah bebas ingin rekening seperti apa, mengakses rekening kapan saja, dan mau bertransaksi apa saja. Melalui internet, nasabah bisa melakukan semua yang diinginkan saat bertransaksi di bank digital.
"Tapi tentunya penyesuaian transaksi harus mengerti dalam menggunakan teknologi digital. Oleh sebab itu, literasi bank digital diperlukan dan sangat penting," kata Anika dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2022 dengan tema 'New Game of Digital Bank', Rabu (6/4/2022).
Selain itu, literasi bank digital juga berkaitan dengan keamanan digital. Ketika bertransaksi di bank digital, nasabah harus bisa melindungi data pribadinya, jangan sampai tersebar ke orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Sebab, berbarengan dengan euforia bank digital di Indonesia, juga terdapat banyak konotasi-konotasi yang kurang positif. Banyak orang menilai bahwa bank digital itu berisiko karena nanti uang nasabah bisa diambil orang dengan mudah, dan konotasi negatif lainnya.
"Sebetulnya terjadi permasalahan itu di arena sosial enjineringnya, bukan di produk jasa keuangan digitalnya. Data nasabah bisa dicuri karena kelalaiannya sendiri, sehingga datanya disalin oleh orang lain. Hal-hal itu masih perlu dioptimalisasikan," kata dia.
Anika sedikit menggambarkan perkembangan bank digital di Indonesia. Kalau dulu, kata dia, bank mengedepankan manusia atau sumber daya manusia (SDM). Maka tak heran jika teller bank selalu cantik agar menarik perhatian nasabah.
Namun, cara-cara seperti di bank konvensional itu membutuhkan biaya yang mahal. Makin ke sini, teknologi makin maju. Beraham pengembangan dilakukan ketika internet 'meledak'. Lalu muncul teknologi digital, yang akhirnya membuat teknologi semakin murah.
Alhasil, kemudahan teknologi menjadi alternatif untuk menjangkau, khususnya bagi perbankan yang ingin bergerak di bidang ritel. Dengan teknologi, perbankan bisa menjangkau lebih jauh, lebih besar, dan lebih luas dengan biaya yang wajar atau lebih baik.
"Karena kalau dulu mau melayani nasabah lebih jauh, lebih besar, dan lebih luas, maka cabangnya harus tambah. Otomatis, orangnya ata SDM juga harus ditambah. Tapi kalau sekarang, begitu suatu bank investasi di depan, tapi cukup signifikan. Jadi biayanya lebih murah," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Anita, kalau bicara dikotomi bank digital seperti apa, pada dasarnya bank digital is a bank. Pada akhirnya bank mempunyai fungsi intermediari atau perantara. Menerima simpanan dan menyalurkan simpanannya untuk pinjaman.
"Banknya sendiri tidak berubah, cara melayaninya saja yang berubah. Sampai hari ini, kalau di Bank Jago, kita sudah bisa membuat suatu aplikasi perbankan yang benar-benar bisa mencapai sesuai kebutuhan nasabah," ujar Anika.
Ia menegaskan, bank di Tanah Air harus memahami perkembangan teknologi. Hal tersebut bertujuan agar bank bisa terus menerus menyesuaikan apa yang menjadi kebutuhan nasabah. Karena sebagai penyedia jasa, pada ujungnya bank harus selalu memenuhi kebutuhan nasabah. Jangan sampai nasabah butuh A, bank menyediakan B.
"Kita harus memahami nasabah dan menyiapkan infrastrukturnya. Bank digital is a bank, still," ujarnya.
LIPUTAN KHUSUS | IDE 2022 Together for The New Future