Guru Besar UI Nilai AS Tak Berempati Jika Absen di KTT G20

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/POOL/aww.
Pekerja menata kerajian dekorasi yang dipamerkan pada ajang pertemuan tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (FMCBG) Presidensi G20 Indonesia di kawasan Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (18/2/2022).
8/4/2022, 10.07 WIB

Sikap Amerika Serikat (AS) yang enggan berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 jika Rusia tak dikeluarkan dinilai merupakan langkah yang egois. Sebagai pemegang presidensi G20, posisi Indonesia tidaklah mudah di tengah pandemi dan konflik Rusia-Ukraina.

Guru Besar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana mengatakan, AS seolah-olah memperlakukan Indonesia sama dengan Ukraina saat diserang Rusia, yaitu meninggalkan sendirian untuk memecahkan masalah. Padahal sebelumnya Indonesia telah menjadi co-sponsor, saat AS menjadi sponsor utama yang mengutuk serangan Rusia dalam Resolusi Majelis Umum PBB, Rabu (3/2).

“Sikap AS seolah tidak berempati dengan posisi Indonesia sebagai tuan rumah G20. Ini mengingat Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, bahkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di tingkat teknis untuk membahas terobosan bagi tumbuhnya perekonomian dunia,” kata Hikma kepada Katadata.co.id, Kamis (7/4).

 Menurut dia, tak semestinya konflik antara Rusia dan Ukraina dibawa ke dalam forum G20. Jika sampai mengeluarkan Rusia, maka akan berisiko merusak hubungan baik Indonesia dengan Rusia. Rusaknya hubungan dinilai Hikma akan mempengaruhi beberapa sektor di Indonesia, sebab negeri ini masih memiliki ketergantungan signifikan dalam suku cadang pesawat tempur dan bahan bakar minyak (BBM) yang telah disuling.

Jika Indonesia mengikuti kehendak AS dan sekutunya, Hikma menilai ada kemungkinan Rusia akan mendapat dukungan dari Cina dan India. Kedua negara tersebut dianggap penting dalam G20, sebab memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Permasalahan geopolitik seperti itu, diharapkan Hikma tak berimbas pada pembahasan perekonomian dunia dalam forum G20. Lebih jauh, dia juga tak berharap G20 dijadikan tempat untuk menjatuhkan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

“Jangan dijadikan medan untuk melanjutkan upaya menjatuhkan Putin sebagai Presiden Rusia,” ujarnya.

 Selain AS, beberapa negara juga telah menyatakan keberatannya jika Rusia hadir dalam G20. Penolakan dari Australia disampaikan oleh Perdana Menteri (PM) Scott Morinson yang keberatan jika Indonesia mengundang Rusia dalam KTT G20 di Bali. PM Kanada, Justin Trudeau juga menyatakan keberatannya jika melihat Putin hadir dalam acara puncak G20 November ini.

“Sangat sulit bagi kami dan akan tidak produktif bagi G20,” ujarnya dikutip dari AFP, Jumat (1/4).

Hikma menyarankan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi untuk memberi pemahaman kepada negara-negara yang pro terhadap AS bahwa yang diminta Rusia hanyalah jaminan agar The North Atlantic Treaty Organization (NATO) tak melakukan ekspansi ke Eropa Timur. Selain itu, Hikma juga berharap Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo bersama Menlu berkunjung ke Rusia untuk meminta gencatan senjata hingga puncak presidensi G20 Indonesia. Kemudian, Presiden bersama Menlu dapat berkunjung ke Ukraina untuk meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tidak melakukan provokasi ke Rusia.

“Karena provokasi terhadap Rusia akan meningkatkan agresivitas Rusia dan itu dilampiaskan dengan membuat rakyat Ukraina dalam situasi yang sulit,” katanya.

 Tak hanya Hikma, sebelumnya anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Effendi Simbolon juga telah mengutarakan hal sama, yaitu meminta Menlu untuk mendorong Jokowi pergi ke Rusia dan Ukraina. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan Indonesia sebagai presidensi G20. Effendi menyampaikan bahwa Presiden Jokowi dapat memanfaatkan keluguannya untuk meredam konflik Rusia dan Ukraina dengan pendekatan yang humanis. Oleh karena itu, dia berharap agar Indonesia tak hanya berperan sebagai penyelenggara, tetapi benar-benar manfaatkan posisi sebagai pemegang presidensi G20.

“Ini kok kita hanya terbatas penyelenggara saja? Hanya sukses dalam EO (event organizer) saja?”, kritiknya dalam Rapat Kerja bersama Kemenlu, Rabu (6/4).

Dilihat dari kondisi perekonomian, Indonesia saat ini berada di urutan ke 16 dari 20 negara anggota G20. Ekonomi Indonesia menurut besaran Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai US$ 1,06 triliun pada 2020. 

Reporter: Ashri Fadilla

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.