Kejaksaan Cari Motif Korupsi Ekspor CPO Lewat Bukti Elektronik

ANTARA FOTO/HO/Puspen Kejagung/wpa/nym.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022).
22/4/2022, 18.45 WIB

Kejaksaan Agung tengah fokus mendalami sejumlah barang bukti elektronik, dalam mengungkap motif dan modus para tersangka kasus dugaan korupsi terkait Perizinan Ekspor (PE) minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO).

Pendalaman ini menjadi salah satu prioritas penyidikan, untuk mengungkap ada tidaknya unsur pemberian atau gratifikasi dari pihak swasta kepada Direkrut Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemenag), Indrasari Wisnu Wardhana. 

“Tentunya ini masih dalam penelitian penyidik, sehingga tidak saya sebut apa bentuk-bentuk percakapan mereka di barang bukti,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah dalam konferensi pers, Jumat (22/4).

Selain mengungkap motif dan modus para tersangka, menurut Febrie, tim penyidik juga telah meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri ada tidaknya aliran dana di antara para tersangka. 

Selain bukti elektronik, jaksa penyidik telah mengumpulkan sekitar 650 dokumen terkait kasus ini, yang berasal dari hasil penggeledahan di 10 tempat. Beberapa tempat yang menjadi sasaran penggeledahan adalah perusahaan sawit tempat para ttersangka bekerja, rumah Wisnu Wardhana, kantor-kantor yang berkaitan dengan Kemendag di Batam, Medan, dan Surabaya

“Ini butuh waktu dan saya pun tidak bisa menyampaikan secara vulgar karena ini menjadi kepentingan penyidik dalam proses pengungkapannya,” jelasnya.

Febrie menjelaskan sebelum menetapkan pasal sangkaan dan dugaan perbuatan para tersangka, tim penyidik telah mempelajari alat bukti dan meminta keterangan terhadap 30 saksi, termasuk 7 ahli menyangkut kerugian negara. Selain meminta keterangan dari para ahli dan auditor, tim penyidik juga berdiskusi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Dari gelar perkara kemudian penyidik menyepakati para tersangka melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Febrie menjelaskan, Wisnu Wardhana dalam menerbitkan PE menjalin komunikasi dengan tiga  tersangka lainnya, yakni Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Parulian Tumanggor; serta General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang.

Dalam komunikasi tersebut, mereka bersepakat supaya Wisnu dapat menerbitkan PE CPO untuk ketiga perusaan tanpa perlu memenuhi aturan Domestic Market Obligation (DMO), semestinya tiga perusahaan tersebut menyisihkan 20% dari produksinya untuk kebutuhan pasar domestik.   

Febrie memastikan, bahwa Wisnu Wardhana tidak memeriksa terlebih dulu dokumen persyaratan terkait DMO sebelum mengeluarkan PE CPO. 

Sebagaimana diketahui, sejak Februari 2022, Kemendag memberlakukan peraturan DMO CPO sebesar 20% yang kemudian diubah menjadi 30% pada Maret 2022. Meski di atas kertas tiga perusahaan mengklaim memenuhi DMO, menurut Febrie, hal tersebut tidak sesuai dengan fakta kelangkaan minyak goreng di pasaran.

“Kita sampaikan bahwa ternyata di lapangan langka. Tentunya ini menjadi pertanyaan bagi kita semua,” ujarnya.

Reporter: Ashri Fadilla