Presiden Joko Widodo bertemu delegasi pimpinan Majelis Rakyat Papua-Papua Barat (MRP) di Istana Merdeka siang ini. Dalam pertemuan tersebut, salah satu isu yang dibahas adalah terkait pemekaran provinsi di Papua.
Turut serta dalam pertemuan ini yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani.
Mahfud menjelaskan bahwa pembentukan daerah otonomi baru atau pemekaran provinsi ini menuai pro-kontra, namun itu adalah hal biasa. Bahkan, MRP sebetulnya tidak bisa begitu saja meminta pemekaran daerah.
“Sebenarnya untuk minta pemekaran di berbagai daerah itu rebutan. Ada 354 permohonan pemekaran dan berdasarkan kepentingan, kita mengabulkan untuk tiga provinsi,” kata Mahfud dalam keterangan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (25/4).
Dalam catatan Katadata, ada tiga provinsi baru yang bakal muncul di Bumi Cenderawasih pasca pemekaran, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Dengan itu, akan ada lima provinsi di Papua dan total 37 provinsi di Indonesia.
Menyoal opini yang tidak sepakat dengan pemekaran provinsi, Mahfud menanggapinya dengan data hasil survei dari lembaga kepresidenan. Menurut survei itu, sekitar 82% rakyat Papua setuju dan memang meminta pemekaran tersebut.
“Oleh sebab itu, maka tadi pertemuan berjalan baik dan tidak perlu ada keputusan-keputusan baru,” katanya.
Delegasi MRP pun kemudian mengundang presiden untuk datang ke kantor MRP apabila bertandang ke Papua. Terkait hal tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa kunjungan presiden ke Papua adalah yang paling banyak bila dibandingkan dengan provinsi lain.
“Ke provinsi lain itu presiden mungkin hanya dua atau tiga kali paling banyak setiap provinsi, tapi ke Papua sudah 14 kali,” kata Mahfud dalam konferensi pers tersebut.
Selain itu, Mahfud juga menjelaskan bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) bagi provinsi Papua sudah disahkan dan sedang dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi. Adapun masyarakat diminta untuk terus mengikuti perkembangan Undang-undang ini hingga puncaknya pada keputusan Mahkamah Konstitusi.