Sudah satu bulan sejak Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) mengeluarkan rekomendasi untuk memberhentikan secara tetap dr. Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI.
MKEK IDI menyampaikan rekomendasi tersebut pada Muktamar ke-31 IDI yang digelar 22-25 Maret 2022, di Banda Aceh. MKEK pun memberikan batas waktu 28 hari bagi Pengurus Besar IDI untuk menjalankan hasil putusan Muktamar.
Namun hingga saat ini, Pengurus Besar IDI tak kunjung mengeluarkan surat penetapan. Menurut sumber Katadata, surat tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat, tanpa menyebutkan tanggal pastinya.
"Masih diproses," ujar sumber Katadata, Selasa (26/4).
Informasi ini pun dikonfirmasi Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, dr. Beni Satria. Menurutnya, Pengurus Besar IDI akan menepati tenggat waktu 28 hari kerja, karena keputusan untuk pemberhentian tetap terhadap Terawan sudah final. "PB IDI akan menjalankan putusan Muktamar," ujarnya kepada Katadata, Rabu (27/4).
Sejak pekan lalu, Beni menjelaskan bahwa surat keputusan sedang diproses, dan jajaran Pengurus Besar IDI masih membahas rekomendasi MKEK. "Dalam proses internal organisasi ya," jelas Beni, Jumat (22/4).
Jika menghitung 28 hari kerja, tanpa memperhitungkan Sabtu dan Minggu, sejak rekomendasi tersebut keluar pada 25 Maret 2022, maka Pengurus Besar IDI akan memiliki waktu hingga 4 Mei 2022 mendatang. Akan tetapi, jika menghitung Sabtu sebagai hari kerja, maka tenggat tersebut menjadi 28 April 2022.
Setidaknya ada tiga poin utama yang menjadi alasan IDI memberhentikan tetap Terawan dari keanggotaan organisasi. Alasan pertama adalah metode “cuci otak” yang diterapkannya kepada pasien stroke iskemik kronik.
MKEK menganggap Terawan tidak memiliki itikad baik setelah diberikan sanksi terkait metode ini pada 2018 lalu, karena belum memberikan bukti telah menjalani sanksi etik, yaitu memberikan bukti ilmiah terkait metode tersebut.
Terkait kajian ilmiah terhadap metode cuci otak ini, Terawan mengaku membuktikan metodenya pada disertasi ketika memperoleh gelar doktor di Universitas Hasanuddin.
Alasan kedua, Terawan dinilai aktif mempromosikan Vaksin Nusantara secara luas, walaupun penelitiannya belum selesai. Dalam beberapa kesempatan Terawan gencar mempromosikan vaksin tersebut, bahkan setelah ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Kesehatan.
Terakhir, manuver Terawan membentuk perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI). MKEK menganggap aktivitas tersebut tidak sesuai prosedur.
Simak juga data persebaran dokter di Indonesia berikut ini: