Kekerasan berbasis gender tak hanya terjadi di dunia nyata tetapi juga di dunia maya. Kekerasan semacam ini dikenal sebagai Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Hal ini muncul seiring dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap internet dan media sosial.
Pada tahun 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam laporan tahunannya tercatat menerima 1.721 aduan kasus KBGO. Angka tersebut meningkat 83 persen dari tahun sebelumnya, yang mana tercatat ada 940 aduan kasus KBGO.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga pada Minggu (20/2/2022) mengatakan, KBGO bisa terjadi pada siapa saja, termasuk perempuan dan anak-anak.
Modus dan tipe KBGO beragam. Salah satu contohnya adalah cyber grooming (pendekatan untuk memperdaya). Kasus ini di antaranya dapat berupa tindakan penipuan asmara (romance scams).
Merujuk situs Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat, romance scams terjadi ketika seorang penipu menggunakan identitas online palsu untuk mendapatkan kasih sayang dan kepercayaan korban. Penipu kemudian menggunakan ilusi hubungan romantis untuk memanipulasi korban.
Pelaku kejahatan ini biasanya hadir di situs kencan dan media sosial. Pelaku akan tampak tulus, peduli dan dapat dipercaya. Para scammer ini berusaha membuat dirinya disayangi oleh korban secepat mungkin. Mereka terkadang mengajak korban bertemu langsung, bahkan mengusulkan rencana pernikahan.
Namun, rencana-rencana itu tidak akan pernah terwujud. Pasalnya, tujuan akhir para pelaku adalah meminta uang korban.
Bentuk-bentuk KBGO lain misalnya pelecehan secara online, peretasan, penyebaran konten ilegal, pelanggaran privasi, ancaman distribusi foto atau video pribadi, pencemaran nama baik dan sebagainya.
KBGO biasanya dilakukan oleh orang yang tak dikenal. Namun, orang yang dekat dengan korban sekalipun juga dapat berpotensi menjadi pelaku KBGO.
Bintang memaparkan, sama seperti kekerasan di luar ranah daring, KBGO juga menimbulkan dampak negatif. “Korban ataupun penyintas akan mengalami dampak yang berbeda satu dengan lainnya, seperti kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, hingga keterbatasan dalam berpartisipasi dalam ruang online maupun offline,” tutur dia.
Terhadap penyintas perempuan, rata-rata KBGO menimbulkan rasa stres dan perasaan rendah diri. Bahkan, KBGO dapat pula menyebabkan penyintasnya menjadi sulit mencari atau mempertahankan pekerjaannya.
Pada 12 April 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU ini diharapkan mampu memberi sanksi tegas terhadap pelaku KBGO. Sekaligus, memberi perlindungan terhadap korban yang mengalami pelecehan secara online.
Pasal 4 ayat 1 UU TPKS menyebutkan ada sembilan tindak pidana kekerasan seksual. Satu di antaranya adalah kekerasan seksual berbasis elektronik. Bintang mengungkapkan, UU TPKS memiliki pasal yang mengatur hukuman pemberatan apabila kekerasan seksual dilakukan pada ranah daring.
Perempuan yang lahir dengan nama I Gusti Ayu Bintang Darmawati itu menyarankan agar korban KBGO segera mendokumentasikan secara detail segala hal yang dapat menjadi bukti untuk membantu proses pelaporan kasus.
Sebelumnya, pada Senin (31/5/2021), Bintang mengungkapkan bahwa kasus KBGO menjadi tantangan tersendiri. Karena, pelaku bisa berlindung dalam akun anonim dan sulit ditemukan.
“Sehingga, kekerasan yang tadinya terbatas fisik dan waktu kini jadi tidak terbatas lagi. Maka literasi digital perlu untuk mencegah hal tersebut,” tuturnya di sela-sela diskusi Literasi Digital sebagai Solusi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan: Cegah KBGO. Informasi mengenai literasi digital tersedia dalam pranala info.literasidigital.id.
Jika menjadi korban KBGO, lanjut dia, masyarakat dapat menghubungi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Kementerian PPPA melalui call center 129 atau Whatsapp ke nomor 08111129129. “Selain itu, segeralah mencari bantuan,” ujarnya.
Mariam F. Barata selaku Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbuhkan, terdapat kiat-kiat untuk mencegah terjadinya KBGO. Salah satunya, yakni dengan meningkatkan keamanan data pribadi di internet. Hal-hal yang perlu dilakukan misalnya:
- Memisahkan akun pribadi dengan akun publik
- Melakukan pengecekan dan pengaturan privasi
- Membuat password yang kuat dan menyalakan verifikasi ketika login akun di ranah daring
- Tidak mudah percaya pada aplikasi pihak ketiga
- Berhati-hati pada sumber Uniform Resource Locator (URL) yang dipendekkan
- Menghindari berbagi lokasi (real time location sharing)
- Melakukan detoksifikasi data dengan mengurangi jejak digital
- Menjaga kerahasiaan Personal Identification Number (PIN) atau password pada ponsel dan laptop
Mariam juga berpesan agar setiap orang selalu berhati-hati. Sebab, data-data yang tersebar di dunia maya dapat menjadi sumber kasus kekerasan, termasuk KBGO. “Sehingga perlu waspada terhadap jejak digital yang ditinggalkan karena bisa disalahgunakan pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan kekerasan berbasis online,” ujarnya.