Menindaklanjuti surat edaran dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) serta edaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai Hepatitis Akut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengimbau seluruh tenaga kesehatan dan masyarakat agar tetap ketat menjalankan protokol kesehatan, terutama dimasa mudik lebaran.
Dalam keterangan resmi, Selasa (3/5), Ketua Umum PB IDI, dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT meminta seluruh tenaga kesehatan untuk mewaspadai setiap gejala hepatitis yang dilaporkan, baik pada anak dan dewasa.
Imbauan ini ia tujukan untuk seluruh organisasi profesi medis dibawah IDI, seluruh dokter dan tenaga medis yang bertugas di berbagai jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama. Ini mencakup Puskesmas, Posyandu, klinik praktek mandiri, serta dokter praktek perorangan.
Sebelumnya, Kemenkes melalui melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology).
Surat Edaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.
Ini menyusul ditetapkannya Hepatitus Akut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Sejak dietetapkan sebagai KLB, jumlah laporan kasus Hepatitis Akut ini terus bertambah. WHO mencatat lebih dari 170 kasus terjadi pada 13 negara, termasuk Indonesia, serta di Inggris, Amerika Serikat (AS), Spanyol, Israel, Denmark, Irlandia, Belanda, Italia, Norwegia, Prancis, Rumania, dan Belgia.
Hepatitis Akut yang masih belum diketahui penyebabnya ini memiliki gejala antara lain adanya perubahan warna urin (gelap) dan/atau feses (pucat), Kuning, Gatal, Nyeri sendi atau pegal-pegal. Kemudian, demam tinggi, mual, muntah, atau nyeri perut, lesu, dan atau hilang nafsu makan, Diare, serta kejang, dan ditandai dengan Serum Aspartate transaminase (AST)/SGOT atau Alanine transaminase (ALT)/SGPT lebih dari 500 U/L.
Sementara, dari pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan virus Hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun, pada beberapa kasus ditemukan SARS-Cov-2 dan/atau Adenovirus. Oleh karena itu, pemeriksaan pathogen, baik secara biologis maupun kimiawi, perlu dilakukan lebih lanjut.
Sejauh ini, respon klinis dan kesehatan masyarakat telah diterapkan di Inggris dan sejumlah negara, tempat kasus muncul untuk mengoordinasikan penemuan kasus, dengan penyelidikan penyebab penyakit dalam kasus Hepatitis Akut ini.
Di Indonesia, Kemenkes serta Dinas Kesehatan di tiap daerah juga tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut, untuk memasukkan riwayat pajanan yang lebih rinci, dan melakukan tes virologi/mikrobiologi tambahan.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI), dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) juga meminta agar seluruh dokter anak dan residen dokter anak juga turut mengawasi apabila gejala diatas muncul pada pasiennya.
Untuk memperkecil kemungkinan tertular Hepatitis Akut ini, IDAI memberikan beberapa imbauan, antara lain:
- Agar masyarakat tetap tenang dan berhati-hati,
- Agar mencegah infeksi dengan:
- Mencuci tangan
- Meminum air bersih yang matang
- Makan makanan yang bersih dan matang penuh
- Membuang tinja dan atau popok sekali pakai pada tempatnya
- Menggunakan alat makan sendiri-sendiri
- Memakai masker dan menjaga jarak
- Agar mendeteksi secara dini jika menemukan anak-anak dengan gejala-gejala seperti kuning, mual/muntah, diare, nyeri perut, penurunan kesadaran/kejang, lesu, demam tinggi memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat
IDI dan IDAI mendukung penuh upaya pemerintah dan akan segera berkoordinasi dengan para ahli kedokteran terkait untuk penyelidikan menyeluruh atas kasus-kasus yang dicurigai sebagai Hepatitis Akut yang belum diketahui etiologinya ini.
IDI dan IDAI juga meminta bantuan dan dukungan dari setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan untuk aktif mengedukasi masyarakat setempat, untuk segera mengunjungi fasilitas layanan kesehatan terdekat apabila ada anak atau anggota keluarga yang mengalami gejala.
Dua organisasi ini juga meminta agar tenaga medis dan tenaga kesehatan berkoordinasi dengan dokter spesialis anak terkait, untuk menindaklanjuti dan mengawasi dengan ketat penyakit ini, serta melaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat.