Kementan Tetapkan Aceh dan Jatim Sebagai Daerah Terdampak Wabah PMK

ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/Ds/rwa.
Petugas Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) memeriksa kesehatan sapi yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di salah satu peternakan sapi di Desa Sembung, Gresik, Jawa Timur, Selasa (10/5/2022). Dinas Pertanian Kabupaten Gresik melakukan pembatasan area ternak dengan menutup sejumlah pasar hewan untuk memutus rantai penyebaran penyakit serta menyuntikan vitamin dan antibiotik bagi sapi-sapi yang terpapar PMK.
11/5/2022, 17.49 WIB

Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menetapkan Daerah Istimewa Aceh dan Jawa Timur sebagai provinsi terdampak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Pemerintah telah menyiapkan tiga langkah penanganan wabah PMK di dua provinsi tersebut.

Secara rinci, ada enam kabupaten yang menjadi perhatian khusus pemerintah dalam mengendalikan wabah PMK, yakni Aceh Tamiang, Aceh Timur, Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan Mojokerto. 

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan pihaknya telah melakukan intervensi penyebaran wabah PMK di dua provinsi itu. Wabah PMK memiliki tingkat penularan yang tinggi karena bisa menyebar lewat udara (airborne). 

"Daerah-daerah ini menjadi sepenuhnya dalam kendali agar tidak terjadi mutasi-mutasi yang berlebihan. Pengendalian langsung oleh tenaga-tenaga Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan," kata Syahrul dalam konferensi pers virtual, Rabu (11/5).

Syahrul mengatakan, Kementan menyiapkan tiga langkah pengendalian PMK di kedua provinsi tersebut, yakni langkah darurat, langkah sementara, dan langkah pemulihan. Dalam pengendalian darurat, ada dua langkah yang penting, yakni penguatan imun hewan ternak di kedua provinsi dan vaksinasi hewan ternak.

Lebih lanjut, Syahrul mengatakan, telah menyebarkan standar prosedur operasi (SOP) kepada seluruh pemerintah kabupaten tentang cara pembatasan pergerakan ternak. Namun demikian, pelaksanaan teknis akan diserahkan sesuai dengan keputusan masing-masing pemerintah kabupaten.  Sebab, setiap daerah  memiliki perbedaan budaya terhadap cara menangani hewan.

Dia mengatakan, Kementan telah mengirim ribuan tenaga medis dan paramedis ternak ke wilayah terdampak PMK.  Selain itu, Kementan juga telah melibatkan Satgas Pangan dan Kementerian Perhubungan untuk menjaga pergerakan hewan antar wilayah.

"Kementan akan mengadakan pelatihan kepada kepolisian terkait pengawasan, pengendalian, dan pembinaan pergerakan hewan ternak," ujarnya.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah, mengatakan PMK tidak memiliki obat karena disebabkan oleh virus.Oleh karena itu, langkah terdekat ayng akan dilakukan adalah meningkatkan imunitas hewan ternak dengan pemberian vitamin dan booster pada hewan yang rawan.  Viirus PMK hanya menyerang hewan yang memiliki dua kuku per kaki, seperti sapi, kambing, domba, kerbau, dan babi. 

Nasrullah mengatakan , Kementan akan mengimpor sebagian kecil vaksin yang dibutuhkan. Adapun, vaksin impor tersebut akan ditujukan bagi kedua provinsi tersebut, terutama di enam kabupaten yang menjadi perhatian khusus. 

Sementara itu, vaksin untuk hewan ternak di daerah sekitar akan  menggunakan vaksin besutan produsen lokal. Sebab, produsen vaksin dalam negeri nerpengalaman menghadapi PMK pada 1980-an dan dinyatakan bebas PMK pada 1986. 

Nasrullah mengatakan, Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) telah menemukan serotipe PMK yang kini melanda DI Aceh dan Jawa TImur memiliki tipe O dengan strain Ind2001. Strain PMK tersebut umum ditemukan di Asia Tenggara. 

"Memang kami akan mengadakan (vaksin impor), tapi tidak banyak, hanya untuk wilayah-wilayah terkena. (Bagi wilayah yang) belum (terkena PMK) akan menggunakan vaksin kita sendiri," kata Nasrullah. 

Kementan berkomitmen untuk memproduksi vaksin PMK lokal dalam waktu singkat. Adapun, vaksin PMK dinilai akan membentuk imunitas pada hewan ternak dalam waktu 2x14 hari pasca vaksinasi. 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), produksi daging sapi di Indonesia sebesar 437.783,23 ton pada 2021. Jumlah itu turun 3,44% dibandingkan pada 2020 yang sebesar 453.418,44 ton.

Reporter: Andi M. Arief