Tim Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa dua direktur PT Krakatau Steel (Persero) Tbk untuk dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan blast furnace (BFC), pada Selasa (17/5) dan Rabu (18/5) kemarin.
Kedua direktur antara lain, Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pengembangan Usaha berinisial AF dan Direktur Logistik dan Pengembangan Usaha dengan inisial QR.
Sebagai Direktur Logistik dan Pengembangan Usaha pada periode April 2015 sampai April 2019, QR diperiksa terkait penandatanganan kontrak dengan PT Krakatau Perbengkelan dan Perawatan (KPDP) pada 30 September 2016.
Ruang lingkup pekerjaan dari kontrak tersebut yaitu, pekerjaan jasa perawatan pada fasilitas BFC dengan nilai kontrak lebih dari Rp 1,79 miliar per bulan selama tiga tahun.
Keterikatan kontrak terjadi saat pekerjaan masih berlangsung dan belum adanya final acceptance atau serah terima pekerjaan dari pihak konsorsium, yaitu Capital Engineering and Research Incorporation (MCC-CERI) dan PT Krakatau Engineering kepada PT Krakatau Steel.
Berdasarkan keterangakn saksi, diperoleh informasi bahwa pekerjaan yang dilakukan PT KPDP merupakan pekerjaan remaining work atau pekerjaan tersisa yang masih merupakan tanggung jabaw PT Krakatau Engineering.
“Hal ini dilakukan karena adanya permintaan dari Project Director Blast Furnace atas nama saudara Hernanto,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana pada Kamis (19/5).
Sementara itu, Direktur SDM dan Pengembangan PT Krakatau Steel diperiksa terkait alokasi permintaan SDM oleh Direktur Operasi I dan II PT Krakatau Engineering untuk ditempatkan di proyek BFC. Kemudian pada rapat direksi, dia juga diketahui mengusulkan permintaan bridging loan sebesar Rp 9,18 miliar.
Pada jabatan tersebut permintaan SDM dialokasikan oleh Direktur Operasi I dan II PT Krakatau Engineering untuk ditempatkan di proyek BFC. "Ini diusulkan pada rapat direksi dan disetujui oleh Direktur Utama PT Krakatau Engineering untuk dilakukan permintaan dana bridging loan pertama sekali kepada PT Krakatau Steel,” jelas Ketut.
Selain dua orang dari jajaran direksi, tim penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap berbagai saksi. Pada Rabu (18/5), tim penyidik memeriksa Operator Control Room Sinterring Sinter Plant PT Krakatau Steel, inisial FF dan Direktur Corporate Banking PT Bank Mandiri periode 2010 sampai 2015, inisial FNM.
Direktur Corporate Banking PT Bank Mandiri diperiksa terkait perannya sebagai anggota komite kredit yang memutus kredit proyek BFC.
Selain itu, pada Selasa (17/5), tim penyidik juga memeriksa empat orang lainnya, yaitu: Staf Credit Collection PT Krakatau Engineering, inisial NI; Karyawan PT. Krakatau Engineering, inisial RPK dan R; dan Subcont Invoice & Accounting Advisor PT Krakatau Engineering inisial TGS.
TGS diperiksa terkait dengan verifikasi kelengkapan dokumen tagihan dari para vendor sub kontraktor PT Krakatau Engineering sebelum dilakukan pembayaran. Sementara itu, R diperiksa terkait distribusi dokumen gambar pekerjaan dan manual book dari MCC-CERI ke PT Krakatau Engineering.
“Pada saat itu terdapat gambar pekerjaan yang dikirimkan oleh MCC melewati waktu yang dijadwalkan sehingga pelaksanaan pekerjaan menjadi mundur karena menunggu pengiriman gambar pelaksanaan dari MCC CERI,” ujar Ketut.
Selain memeriksa saksi, tim penyidik saat ini tengah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan ahli dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) untuk menghitung kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari perkara ini. Hal itu disebabkan PT Krakatau Steel merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Saya baru ketemu dengan ahli yang disana, sudah diskusi. Hasilnya kita baru memformulasikan nanti setelah program kerjalah,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Supardi kepada Katadata.co.id pada Kamis (19/5).