Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib memulai tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 pada 14 Juni tahun ini. Meski tersisa tiga pekan ke depan, hingga kini KPU tak kunjung dapat mengesahkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang menjadi pedoman teknis pelaksanaan Pemilu 2024.
Penyebabnya adalah belum adanya kesepakatan di antara lembaga legislatif, eksekutif, dan penyelenggara pemilu, mengenai tahapan serta anggaran Pemilu 2024. Rencananya, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru akan membahas persoalan ini bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada 30 Mei mendatang.
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, mengakui waktu yang tersisa cukup singkat untuk membahas berbagai substansi di dalam PKPU. Meski demikian, dia optimistis pengesahan PKPU dapat dilakukan Mei ini. Dia menyampaikan bahwa KPU saat ini tengah menunggu jadwal Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPR.
“Yang punya wewenang rapat dengar pendapat kan DPR. Jadi kami menunggu dan juga meminta sebisa mungkin digelar pada Mei ini,” tutur Hasyim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).
Menurutnya, sebelum KPU dapat mengesahkan PKPU, terlebih dulu mesti ada kesepakatan terkait beberapa poin krusial menyangkut tahapan dan anggaran Pemilu 2024. Hal ini mengacu kepada anggaran, durasi masa kampanye, penyelesaian sengketa pemilu, serta penggunaan teknologi digital pada pemungutan suara berupa e-voting.
Awalnya, RDP di Komisi II DPR ini akan digelar Senin (23/5) lalu. Akan tetapi, DPR terpaksa menunda rencana tersebut karena Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian berhalangan hadir. Tito memiliki agenda lain di luar kota, sehingga rapat terpaksa mundur hingga pekan depan.
“Kita undang waktunya yang paling pas itu. Maksudnya yang semua ketemu waktunya,” ujar Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat ditemui di Kompleks Parlemen pada Senin (23/5).
Doli menyampaikan bahwa pembahasan persiapan Pemilu 2024 pada Senin (30/5) akan mengerucut pada dua agenda pembahasan penting, yaitu masa kampanye dan anggaran pemilu.
Pada 2024 nanti, pelaksanaan Pemilu akan digelar serentak untuk pemilihan presiden dan anggota legislatif tingkat pusat maupun daerah pada 14 Februari 2024. Kemudian pemilihan kepala daerah pada 27 November membuat anggaran meningkat drastis. Simak perbandingannya:
Terkait dengan masa kampanye, dia mengungkapkan bahwa KPU telah menyerahkan draft PKPU dengan simulasi masa kampanye 90 hari. Tetapi Komisi II DPR memintanya menjadi 75 hari, seperti yang telah disepakati berbagai pihak dalam rapat konsinyering Minggu (15/5) lalu.
“Kami minta dari waktu kemarin setelah konsinyering sampai nanti RDP itu paling tidak dibuat dua simulasi. Kan simulasi yang 90 hari sudah ada. KPU tolong siapkan simulasi yang 75 hari. Nanti kita komparasikan,” terangnya.
Terdapat beberapa pertimbangan terkait masa kampanye ini. Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal, menjelaskan bahwa pertimbangan DPR mengusulkan 60 hari berkaitan dengan efisiensi anggaran yang digunakan.
Sementara bagi KPU, masa kampanye 60 hari dianggap terlalu singkat, sehingga mereka khawatir waktunya akan tumpang tindih dengan penyelesaian sengketa Pemilu. Selain itu, usulan tersebut juga diberikan KPU dengan mempertimbangkan waktu finalisasi daftar calon tetap (DCT).
“Takut ada DCT yang belum kelar. Kita ambil jalan tengah, kita sepakati sementara ini 75 hari,” kata Syamsurizal Senin (23/5).
Sementara terkait anggaran Pemilu, Syamsurizal menyampaikan salah satu pembahasan di dalam RDP menyangkut kenaikan honor bagi petugas ad hoc hingga tiga kali lipat. “Petugas-petugas ad hoc itu karena kerjanya cukup berat,” tuturnya.
Selain kenaikan honor para petugas, dia menyampaikan anggaran Pemilu sebesar Rp 76,6 triliun juga akan mencakup persiapan dana jika Pemilihan Presiden (Pilpres) akan berlangsung dua putaran, serta antisipasi lonjakan Covid-19.