Prabowo dan Ganjar Jadi Penentu Poros Koalisi PDIP pada Pemilu 2024?

ANTARA FOTO/HO/Biro Pers Setpres/Lukas/nym.
Presiden Joko Widodo (kiri) saling memberi salam dengan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto (kanan) saat bersilaturahim pada hari pertama Idul Fitri 1443 Hijriah di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Senin (2/5/2022).
30/5/2022, 15.21 WIB

Dinamika partai politik dalam membangun koalisi menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024, telah memasuki tahap penjajakan. Berbagai partai mulai meningkatkan intensitas komunikasi, untuk melihat opsi terbaik.

Sejauh ini, telah muncul Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang membentuk poros koalisi atas inisiasi Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kemudian baru-baru ini, PKB juga mengirimkan sinyal akan membentuk poros baru, sebab merasa mustahil untuk mengusung ketua umum mereka, Muhaimin Iskandar, menjadi capres jika bergabung dengan KIB.

Meski di permukaan dua poros tersebut telah tampil mewarnai dinamika koalisi, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya memprediksikan akan ada tiga poros yang berbeda.

Poros koalisi pertama, akan dipimpin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dengan total suara lebih dari 20% di parlemen, PDIP telah memenuhi syarat presidential threshold sehingga dipastikan memiliki tiket untuk mengusung calon presiden (capres) sendirian.

“Yang paling mungkin secara matematika akan muncul tiga poros, dan poros yang sudah bisa berdiri sendiri PDIP karena sudah memenuhi presidential threshold,” katanya saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (30/5).

Setelah PDIP, dia memprediksi poros lainnya akan dipimpin Gerindra. Alasannya, partai tersebut telah memegang 13,57% suara kursi parlemen, sehingga hanya perlu menggandeng satu atau dua partai untuk memenuhi presidential threshold.

Modal tersebut diperkuat dengan tingkat popularitas ketua umum Gerindra, Prabowo Subianto, yang kerap berada pada tiga besar tokoh dengan elektabilitas tertinggi. Hasil survei terbaru dari Charta Politika pada pertengahan April lalu menyebutkan Prabowo di peringkat kedua dengan elektabilitas 22%. Hasil ini hanya selisih 3,6% dari elektabilitas Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di peringkat pertama. 

Kemudian poros ketiga, diprediksi Yunarto merupakan poros koalisi yang mengusung Ganjar atau Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Apabila Ganjar diusung oleh PDIP, maka peluang Anies untuk menjadi sentra poros ketiga lebih besar.

Berbeda jika Ganjar tak direstui PDIP untuk melaju menjadi capres nanti. Maka dua gubernur tersebut akan bersaing untuk memperebutkan posisi di poros ketiga.

“Jadi faktor penentunya menurut saya adalah sikap PDIP nanti ketika menentukan siapa yang jadi capres,” jelas Toto, sapaan akrab Yunarto. 

Jika PDIP memutuskan untuk mengusung Ganjar, Toto memprediksi kemungkinan tambahan partai untuk bergabung koalisi dengan PDIP menjadi lebih besar mengingat tingginya elektabilitas Ganjar. 

Sementara itu, jika PDIP justru mengusung Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani, maka kecenderungan konsolidasi internal PDIP akan lebih tinggi. Sebab dia melihat minat partai lain untuk bergabung akan menjadi rendah, karena elektabilitas Puan yang cenderung kecil dalam survei yang dilakukan berbagai lembaga. Dalam survei terbaru Charta Politika yang digelar pertengahan April lalu, elektabilitas Puan hanya sebesar 1,6%.

Reporter: Ashri Fadilla