Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengumumkan publikasinya mengenai Vaksin Nusantara dipublikasikan di jurnal internasional. Jurnal ini berjudul ‘Dendritic cell vaccine as a potential strategy to end the Covid-19 pandemic. Why should it be Ex Vivo?’ pada 26 Mei 2022.
Publikasi ini membahas mengenai pendekatan sel dendritik untuk pengembangan vaksin Covid-19. Publik bisa mengakses tulisan ilmiah tersebut secara daring di laman Taylor and Francis Online, sebuah perusahaan penerbit multinasional asal Inggris.
“Saya bersyukur sekali, bahwa jurnal internasional terkait vaksin Nusantara telah bisa diterbitkan. Semua pihak dapat mengakses dan mempelajari demi kemajuan ilmu kesehatan dunia" ujar Terawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/5).
Meski demikian, ahli mengatakan bahwa jurnal tersebut adalah review alias tinjauan ilmiah dan bukan laporan penelitian. Ahli mikrobiologi klinik dari Universitas Indonesia Prof. Amin Soebandrio mengatakan jurnal disusun dengan mengumpulkan publikasi dari pihak lain.
"Itu bukan hasil penelitian dan akan dipakai untuk individual," kata Amin kepada Katadata.co.id, Selasa (31/5).
Amin lalu mengatakan pendekatan dendritik sebenarnya bukan hal yang baru di dunia kesehatan. Metode ini sebelumnya digunakan untuk pengobatan kanker.
Cara kerjanya, sel dendiritik pasien diambil dan akan diproses untuk membangkitkan respons kekebalan tubuh. Setelah itu sel akan dibiakkan dan kembali diperkenalkan dengan tubuh inangnya. "Itu teknologi yang cukup lama," katanya.
Amin juga belum mengetahui apakah metode tersebut akan ampuh menangani Covid-19. Ini lantaran efektifitasnya masih tergantung antigen tubuh manusia.
"Kita juga masih dalam tahap mempersiapkan Antigen Presenting Cell (APC), sel yang akan mempresentasikan antigen tubuh agar bisa dikenali dengan sel imun," kata Amin. Makanya ia ragu bahwa metode dendritic bisa digunakan untuk vaksinasi massal karena hasilnya tergantung masing-masing pasien.
Dokter umum yang juga kandidat Phd dari Kobe University, Adam Prabata juga menyebut isi dari ulasan tersebut tak menunjukkan efikasi atau efektivitas Vaksin Nusantara dalam melawan Covid-19.
Dia juga mengatakan bahwa jurnal internasional yang berisi tinjauan ilmiah tak bisa menjadi bukti efektivitas vaksin. "Bukti efikasi perlu dibuktikan dengan hasil uji klinis," tulis Adam dalam unggahan di akun Instagramnya pada Jumat (27/5).
Sedangkan ahli wabah dari Griffith University Dicky Budiman meminta agar nama Vaksin Nusantara diubah. Ini lantaran vaksin berbasis sel dendritik bukanlah yang pertama di dunia. Penamaan ini bisa dipakai ketika Vaksin Nusantara resmi menjadi merek dagang.
“Harus fair, ini bukanlah inovasi Indonesia, tapi inovasi dunia. Kita harus hargai orisinalitas dunia ilmiah,” kata Dicky dilansir dari Antara.