DJP: Harta yang diungkap Peserta PPS Capai Rp 131,4 triliun

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Petugas memberikan keterangan pada wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar di Jakarta, Senin (1/3/2021). Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hingga pukul 09.11 WIB Senin (1/3/2021), sebanyak 3,82 juta wajib pajak sudah melaporkan SPT Tahunan tahun pajak 2020.
13/6/2022, 09.43 WIB

Menjelang akhir Juni 2022, yang merupakan tenggat bagi Program Pengungkapan Sukarela (PPS) besutan Dirjen Pajak (DJP), harta yang diungkap oleh para peserta PPS mencapai Rp 131,4 triliun.

Jumlah harta tersebut berasal dari 63.508 peserta, yang terlampir dalam 74.675 surat keterangan, sebagaimana dikutip dari Katadata.co.id pada Selasa (7/6/2022).

"Data per 7 Juni pukul 08.00 WIB, jumlah pajak penghasilan (PPh) Rp 13,18 triliun," dikutip dari laman resmi pajak.go.id/pps.

Program PPS diadakan sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

DJP menemukan mayoritas harta yang dilaporkan peserta program PPS merupakan deklarasi dalam negeri dan hasil repatriasi luar negeri yang mencapai Rp 114,1 triliun.

Adapun sisanya, berupa harta yang hanya dideklarasikan di luar negeri Rp 10,2 triliun dan harta yang setelah deklarasi kemudian diinvestasikan ke instrumen yang ditetapkan pemerintah sebanyak Rp 7,2 triliun.

Pada akhir Maret, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa mayoritas wajib pajak pribadi yang ikut dalam program ini telah melaporkan harta dalam SPT-nya antara Rp 1 hingga 10 miliar dan Rp 10-100 miliar.

Dari sisi pekerjaan, mayoritas pelapor adalah pegawai dan sektor perdagangan besar dan eceran, mencapai 79,1 persen dari total peserta.

"Ternyata banyak juga pegawai yang belum seluruhnya menyampaikan harta dan karena itu mereka menggunakan kesempatan ini untuk mengungkap secara sukarela," kata Sri Mulyani.

Mengkomentari hal ini, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjamin bahwa program ini bukan bertujuan untuk menjebak para penunggak pajak.

Suryo menambahkan jika pelaporan sudah dilakukan, maka tentunya pemeriksaan tidak lagi diperlukan.  

"Ini pertanyaan klasik, kalau setelah ikut PPS apakah diperiksa? Kalau sudah ikut PPS dan dideklarasikan semua ya enggak mungkin kita lakukan pemeriksaan," ujar Suryo.

Akan tetapi Suryo juga mengingatkan bahwa jika sampai tenggat waktu program ini dan ada wajib pajak yang tak juga melaporkan, maka akan menemui risiko denda yang lebih besar, yaitu berkisar 6 hingga 18 persen.

Program PPS sudah dimulai sejak awal tahun dan akan segera berakhir.  Wajib pajak saat ini hanya memiliki sisa waktu 23 hari sebelum program berakhir.

Program PPS ini terdiri atas dua kebijakan. Kebijakan pertama, berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan.

Harta tersebut diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015. Tarif PPSnya sebesar 6-11 persen

Kebijakan kedua hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif denda 12 hingga18 persen.

Adapun bagi harta yang termasuk kebijakan I tetapi setelah tanggal 30 Juni diketahui belum dilaporkan, akan dikenakan tarif lebih tinggi yakni 25 persen untuk wajib pajak badan, 30 persen untuk orang pribadi dan 12,5 persen untuk wajib pajak tertentu, ditambah sanksi sebesar 200 persen.

Sementara untuk kebijakan II, maka dikenakan tarif 30 persen ditambah sanksi bunga perbulan ditambah uplift factor 15 persen.