Lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI, menyatakan bahwa potensi kerugian akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mencapai Rp 254,45 miliar dalam tujuh pekan terakhir. Kerugian wabah PMK tersebut paling banyak dialami peternak.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan bahwa perhitungan tersebut diambil berdasarkan simulasi data Kementerian Pertanian (Kementan) yang dilakukan ombudsman. Menurut dia, valuasi ini penting agar pemerintah memiliki kepekaan terhadap kerugian yang dialami oleh para peternak sapi di berbagai daerah.
"Bukan hanya pengkondisian atau pencitraan di media sosial ataupun jeritan-jeritan yang disampaikan di dalam acara demonstrasi, tetapi juga kerugian secara ekonomi dapat divaluasi dengan mudah," ujarnya saat konferensi pers secara daring, Rabu (15/6).
Adapun penghitungan kerugian yang dialamin peternak, dihitung berdasarkan data Kementan dikalikan kisaran biaya. Data kisaran biaya tersebut dihitung berdasarkan simulasi yang dilakukan ombudsman.
Berdasarkan data Kementan, jumlah sapi yang sakit mencapai 113.584 ekor. Jika dikalikan dengan tafsiran biaya kerugian sebesar Rp 500 ribu per ekor, maka kerugian mencapai Rp 59,79 miliar.
Meskipun telah sembuh, sapi yang dijual akan turun nilainya karena kurang produktif. Potensi kerugian dari sapi tersebut mencapai Rp 4 juta per ekor. Dengan demikian, jika dikali dengan jumlah sapi sembuh sebesar 43.583 ekor, maka potensi kerugian masyarakat mencapai Rp 174,33 miliar.
Selain itu, sapi potong bersyarat yang berjumlah 1.093 ekor juga mengalami penurunan harga hingga Rp 6 juta per ekor. Dengan demikian, potensi kerugian masyarakat mencapai Rp 6,56 miliar.
Adapun sapi mati telah mencapai 765 ekor dengan berat rata-rata 300 kilogram per ekor. Jika dihitung berdasarkan harga daging Rp60 ribu per kilogram, taksiran kerugian mencapai Rp 18 juta per ekor. Dengan demikian, total kerugian peternak karena sapinya mati terkena PMK mencapai Rp 13,77 miliar.
Ombudsman menyarankan agar Kementan bersikap profesional dalam menjalankan semua tugas dan kewenangan untuk menanggulangi serta mengendalikan wabah PMK sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Selain itu Ombudsman juga menyarankan supaya Kementan membangun koordinasi dengan jejaring lintas stakeholders dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit sapi tersebut, serta memperkuat data yang transparan dan terpercaya.
Wabah PMK kini telah menyebar di 180 Kabupaten di 18 provinsi. Kementerian Pertanian (Kementan) telah mulai melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan wabah PMK.
“Kementan telah tetapkan rencana aksi penanganan PMK atau agenda secara temporer dan permanen,” ujar Kepala Biro Humas dan Informasi Kementerian Pertanian, Kuntoro Boda Andri, Senin (13/6).
Selain vaksinasi, langkah yang dilakukan Kementan adalah pembentukan posko tugas dan crisis centre baik tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten. Kedua yaitu membatasi lalu lintas hewan ternak bekerja sama dengan TNI/Polri. Ketiga yaitu distribusi vitamin, antibiotik, dan disinfektan ke beberapa daerah yang terjangkit PMK.
Berdasarkan Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021, terdapat 10 daerah dengan populasi sapi potong tertinggi. Sapindi daerah tersebut rawa terkena wabah PMK.