Mantan Wamen Era SBY Minta PBNU Bantu Atasi Konflik Agraria di Kalsel
Sejumlah warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Mafia Tanah di Kalimantan Selatan (Kalsel), mendatangi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Mereka meminta bantuan advokasi, terkait persoalan konflik agraria terkait sengketa lahan pertanian yang melibatkan perusahaan sawit dan tambang batubara.
Koalisi yang dipimpin pengacara dari Integrity Law Firm, Denny Indrayana, turut mengajak sejumlah petani, dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Saat audensi dengan pengurus PBNU, Denny mengungkapkan keadaan di Kalimantan Selatan sudah dalam kondisi darurat mafia. Mulai dari mafia tanah untuk sawit, juga mafia lahan untuk tambang batubara.
Denny menggambarkan kondisi masyarakat di daerah itu pun kontras dengan perusahaan-perusahaan sawit dan batubara yang beroperasi di sana. "Kapal-kapal pengangkut batubara lewat di sungai, di mana di tepi sungai itu hidup masyarakat miskin. Padahal batubara itu memiliki nilai yang demikian besar," kata Denny menjelaskan melalui keterangan resmi di kantor PBNU, Rabu (15/6).
Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada era Presiden Susilo Yudhoyono ini, sejumlah tambang dan sawit di Kalimatan Selatan itu dikuasi sejumlah pengusaha besar, yang memiliki pengaruh terhadap kekuasaan. Indikasinya dia klaim berdasarkan sejumlah kasus telah dilaporkan ke penegak hukum, tetapi belum terlihat adanya ttindak lanjut konkrit.
Denny bahkan menyebut ada kasus yang sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Padahal kasus korupsinya terang benderang, konstruksi hukumnya jelas," klaim pemilik Integrity Law Firm ini.
Untuk itu, Denny berharap PBNU dapat membantu menangani beragam persoalan yang ada di Kalimanten Selatan ini.
Pada kesempatan ini, salah seorang petani yang hadir menceritakan pengalamannya. Dia harus rela lahan seluas 20 hektar diserobot pengusaha sawit. Terhadap peristiwa yang sudah terjadi sejak dua tahun lalu itu, hingga kini belum jelas pembayaran ganti ruginya. "Saat ditanya berulang-ulang dijawab 'nanti akan diselesaikan'" kata dia yang enggan menyebutkan namanya.
Dia menyatakan peristiwa serupa juga terjadi terhadap petani lainnya. Mereka bahkan mendapatkan ganti rugi Rp 35 ribu untuk satu tanaman sawit yang dimilikinya. "Tanahnya tidak diganti," katanya.
Menanggapi kedatangan koalisi, Ketua PBNU Bidang Pendidikan, Hukum, dan Media, Savic Ali, mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memenangi persengketaan secara hukum dan mendapatkan dukungan publik.
"Agar semangat itu tercapai, kami membutuhkan sejumlah informasi detail menyangkut persengketaan lahan," kata Savic, Rabu (15/6) siang.
Turut menerima audiensi itu Ketua PBNU lainnya KH. Amin Said Husni dan Sekretaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU (LPBH NU), Hakam Aqsho.
KH. Amin Said Husni menyatakan sebelum menentukan sikap, dirinya minta mereka untuk mengirimkan sejumlah dokumen-dokumen detil menyangkut persoalan yang terjadi di sana. Data-data itu, kata dia, nantinya akan digunakan NU untuk mengambil sikap tegas terhadap kasus yang terjadi.
Berdasarkan catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sepanjang 2020 terdapat 164 orang menjadi korban kriminalisasi dan kekerasan akibat konflik agraria. Dari jumlah itu, 11 orang dinyatakan meninggal dunia.
Sebanyak 134 orang yang terdiri dari 132 laki-laki dan 2 perempuan mengalami tindakan kriminalisasi. Kemudian, 19 orang yang terdiri dari 15 laki-laki dan 4 perempuan, mengalami tindakan kekerasan fisik atau penganiayaan.