Orang yang telah terinfeksi versi awal Omicron berpotensi rentan terhadap subvarian terbaru tersebut. Tak hanya itu, mereka yang telah divaksinasi juga masih memiliki potensi infeksi.
Hal ini merupakan hasil temuan para peneliti dari Cina dan melaporkan data tersebut pada jurnal Friday in Nature. Penelitian melibatkan imuwan dari Biomedical Pioneering Innovation Center (BIOPIC) Universitas Peking, Changping Laboratory, Peking University, hingga Nankai University, Tianjin.
Peneliti menemukan Omicron yang saat ini beredar memiliki mutasi yang memungkinkan mereka menghindari antibodi. Adapun antibodi pasien biasanya didapatkan dari vaksinasi ataupun infeksi.
"Terutama menghindari antibodi penetral yang ditimbulkan oleh infeksi dan vaksinasi SARS-CoV-2," tulis para peneliti dikutip dari Reuters, Senin (20/6).
Para ahli juga mengingatkan bahwa booster berbasis subvarian BA.1 seperti yang dikembangkan Pfizer hingga Moderna belum tentu melindungi tubuh. Namun, obat antibodi monoklonal Bebtelovimab yang dikembangkan Eli Lilly dan Cilgavimab bikinan AstraZeneca masih efektif menetralkan BA.2, BA.4, dan BA.5.
Meski demikian, penelitian tersebut belum mendapatkan kajian dari sejawat. Peneliti penyakit menular dari Universitas Yale, Dr. Onyema Ogbuagu mengatakan booster vaksin tetap diperlukan demi menghindari gejala serius sibvarian Omicron.
"Jika anda membutuhkan booster, segera dapatkan," katanya.
Sebelumnya para peneliti di Inggris menemukan bahwa orang yang telah tertular Covid-19 selama gelombang pertama pandemi ternyata tak mendapatkan peningkatan kekebalan untuk melawan Omicron. Hal ini didapatkan dari 731 petugas kesehatan yang telah vaksinasi tiga kali di Inggris dari Maret 2020 hingga Januari 2022.
Tim lalu menggunakan sampel darah dari peserta untuk memeriksa antibodi dan respons sel T terhadap omicron BA.1. Hasilnya menunjukkan, tingkat sel T para responden sangat buruk sangat menghadapi protein Omicron. Hal ini terlepas dari riwayat infeksi mereka sebelumnya.
"Jika anda terinfeksi pada gelombang pertama, anda tidak bisa meningkatkan respons kekebalan jika terkena Omicron," kata Prof. Rosemary Boyton dari Imperial College London, salah satu penulis jurnal tersebut dikutip dari The Guardian, Senin (20/6).
Sedangkan Prof Danny Altmann, akademisi lain yang ikut dalam penelitian ini, memperkirakan Omicron telah mengembangkan mutasi pada protein mereka untuk menghindari respons imun tubuh. Hal ini juga bisa terjadi pada subvarian Omicron selain BA.1.
"Kita tidak membangun kekebalan kawanan (herd immunity) terhadap Omicron," kata dia.
Meski tingkat rawan inap dan kematian pasien Covid-19 di Inggris yang rendah, Altmann menyarankan suntikan dosis tambahan vaksin demi memberikan perlindungan. Selain itu vaksin diperlukan untuk mencegah munculnya mutasi baru corona.
Adapun kasus Covid-19 di Indonesia tengah melonjak seiring masuknya subvarian BA.4 dan BA.5. Meski demikian, para ahli memprediksi lonjakan kasus dari penularan subvarian ini tak akan setinggi
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan angka ini berdasarkan banyaknya penduduk yang telah memiliki imunitas usai vaksinasi dan penularan varian sebelumnya.
"Mungkin yang terdeteksi 20 ribu-an, bisa juga kurang. Tapi akan banyak yang tidak tes juga," kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (20/6).