Kemenkes Dorong Harmonisasi Standar Protokol Covid-19 Secara Global

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/foc.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tiga kiri) menutup pertemuan pertama Health Ministerial Meeting (HMM) G20 Indonesia di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (20/6/2022).
21/6/2022, 09.33 WIB

Seiring perjalanan pandemi COVID-19, beberapa kemajuan telah dibuat untuk memulihkan perjalanan internasional, agar menjadi lebih aman dan teratur. Harmonisasi dokumen informasi terkait COVID-19 atau standar protokol kesehatan menjadi penting untuk mempromosikan mobilitas global dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Beberapa aspek penting dalam harmonisasi standar protokol kesehatan tersebut meliputi aspek politik dan hukum, kapasitas dan keterjangkauan negara, masalah etika, teknis, kemampuan beradaptasi dengan situasi yang berubah cepat, serta penggunaan teknologi.

Negara-negara G20 akan diundang untuk berpartisipasi dalam proyek percontohan di Global Public Trust Repository. Proyek ini membutuhkan anggota G20 untuk membagikan kunci-publik, dan akan disimpan dalam platform repositori sehingga memberikan kesempatan kepada sistem untuk memverifikasi asal-usul sertifikat.

Dokumen terkait COVID-19 dari warga negara di negara G20 akan dikenali melalui kode QR di sertifikat pada saat kedatangan dan keberangkatan dengan tetap melindungi privasi dan keamanan data.

Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengatakan pemerintah mulai melonggarkan pembatasan perjalanan sambil menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko kesehatan. Termasuk juga dengan penerapan pedoman protokol kesehatan.

Harmonisasi dilakukan melalui pendekatan berbasis risiko sambil mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti epidemiologi penyakit dan kapasitas sistem kesehatan.

Manufaktur Global dan Pusat Penelitian Pandemi

Perluasan manufaktur global dan pusat penelitian, pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons untuk pandemi menjadi salah satu agenda dalam memperkuat arsitektur kesehatan global.

Pada kesempatan yang sama dr. Nadia juga menyampaikan bahwa hingga pertengahan Februari 2022, di 6 wilayah WHO, pandemi telah menyebabkan sekitar 60 ribu kematian akibat omicron BA.2. Negara-negara seperti Hong Kong baru-baru ini mengalami peningkatan kematian yang cepat dari varian baru, terutama di panti jompo di mana cakupan vaksinasi masih rendah.

“Hal ini menunjukkan bahwa varian baru COVID-19 tetap menjadi ancaman yang signifikan bagi dunia, terutama bagi negara-negara dengan cakupan vaksinasi yang rendah,” kata dr. Nadia dalam keterangan resmi, Senin (20/6).

Menurutnya, pelajaran terbesar dalam hal ini adalah kemampuan negara untuk menciptakan akses yang setara terhadap layanan kesehatan, terutama vaksin melalui perluasan manufaktur global dan pusat penelitian, pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons untuk pandemi.

Tuntutan dari komunitas global sudah jelas sejak awal, yakni memastikan distribusi vaksin dan alat COVID-19 lainnya yang adil dan memprioritaskan pekerja garis depan dan orang-orang yang rentan.

Sebelumnya, saat membuka pertemuan menteri kesehatan negara anggota G20, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan negara-negara anggota G20 telah membuat langkah besar untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. Hal ini dilakukan sebagai antisipasi menghadapi ancaman kesehatan di masa mendatang.

“Saat kita menantikan dunia di mana pandemi telah mereda, kita harus memanfaatkannya untuk membangun sistem kesehatan global yang lebih tangguh, tidak hanya untuk hari ini tetapi juga untuk tantangan hari esok. Sebaiknya siapkan payung sebelum hujan,” ucap Menkes Budi, melalui keterangan pers, Senin (21/6).

Tahun ini, telah dibahas 3 agenda kesehatan global. Pertama adalah memperkuat ketahanan sistem kesehatan global, dengan memfokuskan pembahasan pada ketersediaan sumber daya keuangan untuk pandemi pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan. Selain itu, pembahasan kedua meliputi akses ke tindakan medis darurat, dan pembahasan ketiga mencakup pembangunan jaringan global pengawasan genomik laboratorium, dan memperkuat mekanisme berbagi data tepercaya.

Untuk agenda kedua, mengenai upaya menyelaraskan standar protokol kesehatan global, terjadi pembahasan mengenai sertifikat vaksin yang diakui bersama di titik masuk.

Terakhir untuk agenda ketiga, memperluas pusat manufaktur dan penelitian global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi (PPR). Terjadi pembahasan mengenai teknologi vaksin mRNA, perluasan global manufaktur dan pusat penelitian untuk pencegahan pandemi, kesiapsiagaan, serta respons.

Hingga saat ini telah terselenggara dua pertemuan kelompok kerja kesehatan yang membahas ‘Penyelarasan Standar Protokol Kesehatan Global’ dan ‘Memperkuat Ketahanan Sistem Kesehatan Global’. Selanjutnya pada Agustus nanti, akan dilaksanakan kelompok kerja kesehatan selanjutnya untuk membahas ‘Pemperluasan Manufaktur Global dan Pusat Penelitian, Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Respon untuk Pandemi’.

Menteri Kesehatan sebelumnya juga telah mengumumkan bahwa subvarian Omicron yakni BA.4 dan BA.5 telah masuk ke Indonesia. Budi memprediksi puncak penularan akan terjadi pada minggu ketiga Juli 2022.

Perhitungan puncak penyebaran gelombang ini berdasarkan pada pengalaman gelombang sebelumnya. Pada gelombang penularan Delta hingga Omicron, puncak kasus tercapai satu bulan setelah kasus pertama ditemukan.

Untuk itu, pemerintah mengimbau agar masyarakat menerima vaksin booster untuk menjaga imunitas. Jika hal tersebut bisa dijaga, maka Indonesia bisa menjadi negara pertama yang dalam 12 bulan tidak mengalami lonjakan kasus. "Karena biasanya setiap enam bulan lonjakan kasus itu terjadi,” kata Budi dalam konferensi pers, Senin (13/6).

Reporter: Aryo Widhy Wicaksono