Beda dengan KPK, Kejaksaan Usut Kerugian Pengadaan Pesawat Garuda

Garuda.Indonesia/instagram
Garuda Indonesia
Penulis: Nuhansa Mikrefin
Editor: Yuliawati
14/1/2022, 11.09 WIB

Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia Tbk jenis ATR 72-600. Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pernah menangani perkara suap pengadaan pesawat dari empat pabrikan yang menyeret dua pejabat dan seorang konsultan ke tahanan.

Kejaksaan tak lagi mengusut perkara suap dalam pengadaan pesawat tersebut. Namun, kejaksaan akan fokus mengusut pelanggaran hukum dalam pengadaan pesawat yang berakibat pada kerugian negara.

"Akibat perbuatan melawan hukum itu apakah berdampak pada kerugian negara atau tidak, itu yang sedang kami selidiki," kata Direktur Penyidikan Pidana Khusus Supardi kepada Katadata.co.id, ditemui di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada Kamis (13/1) malam.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah mengatakan akan melakukan gelar perkara kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis ATR 72-600 pada pekan depan. Gelar perkara akan menggunakan hasil audit dan investigasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Gelar perkara tersebut akan menentukan apakah kasus tersebut layak untuk dilanjutkan ke  tingkat penyidikan. "Bila masuk ke penyidikan masih perlu diperdalam," ujar Febrie.

Supardi menjelaskan seandainya kasus ini naik ke tahap penyidikan, proses akan dilanjutkan dengan mengumpulkan bukti sebelum menetapkan tersangka.

KPK pernah menyidik kasus pengadaaan ATR 72-600 hingga membawa ke pengadilan. Penyidikan hingga persidangan korupsi pengadaaan ATR 72-600 ini disatukan dengan kasus korupsi pengadaan pesawat dari pabrikan Rolls-Royce, Airbus, dan Bombardier CRJ1000.

KPK memulai penyidikan kasus korupsi pengadaan pesawat Garuda sejak 2016. Dalam proses penyidikan, KPK bekerja sama dengan Serious Fraud Office (SFO) Inggris atau KPK Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau KPK Singapura.

Pengadilan sudah memvonis tiga orang yang terbukti bersalah menerima dan memberikan uang suap dalam proses pengadaan pesawat. Pertama, Direktur Utama Garuda periode 2005-2014 Emirsyah Satar yang telah divonis hukuman penjara delapan tahun. Sejak Februari 2021, Emirsyah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Selama proses transaksi pengadaan pesawat itu Emirsyah menerima suap dari Soetikno Soedarjo yang berperan sebagai konsultan dan penghubung dari empat pabrikan pesawat. Soetikno menyuap Emirsyah sekitar Rp 46,3 miliar. Khusus dalam pengadaan pesawat ATR 72-600, Emirsyah menerima uang senilai Sin$ 1.181.763,00 dari Soetikno untuk melunasi tagihan apartemen.

Kedua, Soetikno Soedarjo yang merupakan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA), PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International Pte Ltd. selama periode 2009-2014. Perusahaannya bergerak sebagai konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR. Soetikno dipidana enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Ketiga, Direktur Teknik PT Garuda Indonesia periode 2007-2012 dan Direktur Produksi PT Citilink Indonesia periode 2012-2017, Hadinoto Soedigno.

Hadinoto meninggal saat menjalani hukuman penjara pada Desember 2021. Pada Juni 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hadinoto terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Selain itu, Hadinoto dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti atas uang yang diterima dari Soetikno sekitar Rp 80 miliar.

Selain ketiga terpidana, di persidangan muncul nama Kapten Agus Wahjudo. Ia berstatus saksi di pengadilan.

Jaksa menyebut Kapten Agus Wahjudo menerima suap dari Soetikno untuk memperlancar pengadaan pesawat. Di pengadilan, Agus mengaku menerima US$ 1,4 juta dari Soetikno Soedarjo.

Agus mengatakan Soetikno mentransfer uang tersebut sebagai bekal pensiun. Uang tersebut telah dia setorkan ke rekening penampungan KPK atas permintaan penyidik.

Reporter: Nuhansa Mikrefin