PPATK Ungkap Modus ACT Diduga Kelola Dana Amal untuk Urusan Bisnis
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi masif yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang terkait dengan urusan bisnis. PPATK menduga dana amal yang diterima yayasan ini dikelola terlebih dulu untuk kepentingan bisnis.
PPATK telah menemukan adanya transaksi yang masif dilakukan terkait dengan jajaran pengurus ACT. Transaksi tersebut merupakan business to business.
“Jadi tidak murni himpun dana kemudian disalurkan, tapi dikelola dulu dalam bisnis dan tentu ada revenue,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor PPATK pada Rabu (6/7).
ACT juga terkait dengan sejumlah entitas bisnis tersebut yang masih ada kaitannya dengan pendirinya, Ahyudin. Saat ini PPATK tengah mendalami lebih lanjut terkait struktur kepemilikan dan pengelolaan pendanaan yayasan. “Ada yayasan lain terkait zakat, kurban, wakaf, dan investasi,” kata Ivan.
Dia mencontohkan, ada perusahaan yang dalam kurun waktu dua tahun terakhir melakukan transaksi lebih dari Rp 30 miliar. Ternyata, perusahaan tersebut terafiliasi dengan jajaran pengurus ACT. Selain itu, ada pula temuan beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan pendiri ACT.
“Itu dimiliki langsung oleh pendirinya dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi,” katanya.
Hingga kini PPATK tengah meneliti keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari transaksi-transaksi yang dilakukan pengurus ACT. Pendalaman lebih lanjut dilakukan dengan menganalisis data-data yang masuk dari penyidik jasa keuangan.
Berdasarkan hasil analisa PPATK, Ivan menyebutkan adanya pihak ketiga dalam aliran dana ACT. Dia pun menduga bahwa pihak ketigalah yang berkaitan erat dengan penyelewengan dana yang selama ini ramai dibicarakan.
“Itu kan harus dibuktikan dulu apakah yayasan ini paham bahwa dia terkait dengan aktivitas ilegal atau tidak. Ada yang langsung disumbangkan, ada yang menyumbangkan melalui pihak ketiga, yang kemudian pihak ketiganya diindikasi terkait dengan kegiatan yang ilegal,” kata Ivan.
Sempat beredar kabar bahwa terdapat dugaan aliran dana dari yayasan filantropi ini untuk kegiatan partai politik. Akan tetapi, Ivan masih enggan menanggapi dugaan tersebut.
“Untuk keterkaitan partai kita tidak bisa pastikan secara detail ya, nanti berkomunikasi ke pihak terkait,” ujarnya.
Sebagai buntut dari transaksi-transaksi mencurigakan yang melibatkan ACT, PPATK pun memblokir 60 rekening di 33 penyedia jasa keuangan. Selain itu, Ivan menyampaikan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan donasi atau sumbangan dengan mengecek kredibilitas lembaga pengumpul donasi.
“Jadi sudah kami hentikan (blokir rekening). Lalu kemudian, sebagai informasi ke teman-teman agar berhati-hati. Ini bisa terjadi kepada kita semua yang dilakukan entitas oleh yayasan manapun itu,” kata Ivan.
ACT mendapatkan sorotan karena diduga menyelewengkan dana umat. Penggunaan dana umat di antaranya untuk membiayai gaji pengurus ACT.
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin, menganggap wajar dia memperoleh gaji Rp 250 juta sebulan. Dia mengatakan tingginya gaji karena minimnya para profesional yang mau mengelola suatu lembaga amal.
Selama mengelola ACT, dirinya menerima gaji dari banyak lembaga selain ACT. Beberapa lembaga lain yang menjadi sumber gaji bagi para pengurus ACT, di antaranya: Global Wakaf, Global Zakat, Global Qurban, Masyarakat Relawan Indonesia (MRI), dan Disaster Management Institute of Indonesia (DMIII).
“Semua lembaga-lembaga tersebut dibawahi oleh satu holding berlegal perkumpulan yaitu Global Islamic Philanthropy di mana saya menjadi presidennya,” ujar Ahyudin.
Dia mengatakan ACT menerima dana mencapai lebih dari Rp 500 miliar dalam setahun. Dalam kurun waktu lima tahun per 2017, ACT berhasil mengumpulkan donasi sebesar Rp 3 triliun.
Adapun dalam kurun waktu 17 tahun mulai dari 2005, ACT berhasil mengumpulkan donasi senilai lebih dari Rp 4 triliun. Sementara dalam hal kurban, ACT telah memperoleh amanah pekban lebih dari 100 ribu ekor kambing sejak tahun 2017 hingga 2021.