Inflasi adalah Kenaikan Harga Barang, Ini Pengertian Lengkapnya

ANTARA FOTO/Basri Marzuki/aww.
Seorang anak memerhatikan minyak goreng kemasan premium yang dijual di Pasar Tavanjuka, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (1/4/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, selama periode Maret 2022 terjadi inflasi nasional sebesar 0,66 persen month-to-month (mtm) yang salah satu pemicunya adalah kenaikan harga minyak goreng dengan indeks kenaikan mencapai 11 persen (mtm).
Editor: Intan
4/4/2022, 00.07 WIB

Saat mendengar berita ekonomi mengenai info harga pasar, tak jarang kita mendengar mengenai istilah inflasi. Secara sederhana inflasi memiliki beberapa makna. Berikut ulasan mengenai inflasi, mulai dari makna hingga penyebab terjadinya.

Pengertian Inflasi

Melansir laman Bank Indonesia, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.

Proses penghitungan dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atau BPS, link ke metadata SEKI-IHK. Inflasi adalah kenaikan harga terhada beberapa barang yang kemudian meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Selain inflasi, ada istilah deflasi yang merupakan kebalikan dari inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.

Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum.

Indeks harga konsumen (IHK) merupakan indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. IHK merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa.

Bila melansir dari the Classification of Individual Consumption by Purpose (COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok pengeluaran, yaitu bahan makanan, makanan jadi, minuman, dan tembakau, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan olahraga, transportasi dan komunikasi. Data pengelompokan tersebut diperoleh melalui Survei Biaya Hidup (SBH).

Indikator Inflasi

BPS juga mengelompokkan sejumlah indikator inflasi, menggunakan disagregasi inflasi yang dikelompokkan menjadi:

1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan ​inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti:

  1. Interaksi permintaan-penawaran.
  2. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang.
  3. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

2. Inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti terdiri dari:

  1. Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
  2. Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, hingga tarif angkutan.

Mengapa Stabilitas Harga Penting?

Posisi inflasi yang stabil menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, sehingga dapat memberikan manfaat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada inflasi tinggi dan tidak stabil akan memberikan dampak negatif bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat terus turun, sehingga standar hidup dari masyarakat lesu dan menyebabkan kemiskinan. 

Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan, inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, alhasil berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan negara tetangga, menyebabkan suku bunga domestik riil tidak kompetitif, sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah. Keempat, pentingnya kestabilan harga berkaitannya dengan SSK (referensi).​

Penyebab Inflasi

Setelah mengetahui lebih jelas mengenai pengertian inflasi, berikutnya adalah mengetahui apa saja penyebab inflasi. Berikut beberapa penyebab inflasi, dilansir dari Rangkulteman.id:

1. Permintaan meningkat (Demand Pull Inflation)

Inflasi di Indonesia disebabkan oleh kelebihan permintaan atau kelebihan permintaan. Penyebab inflasi di Indonesia terjadi ketika permintaan atau permintaan masyarakat terhadap suatu barang cukup tinggi.

Penyebab utama inflasi di Indonesia juga dapat disebabkan oleh munculnya hasrat berlebihan pada sekelompok orang yang ingin memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia di pasar.

Keinginan yang berlebihan menyebabkan permintaan yang lebih tinggi sementara pasokan barang terbatas, yang pada akhirnya mengarah pada harga yang lebih tinggi dan menyebabkan inflasi.

2. Jumlah uang beredar lebih banyak (Quantity Theory Inflation)

Penyebab inflasi di Indonesia adalah bertambahnya jumlah uang beredar. Teori inflasi akibat peningkatan jumlah uang beredar berpendapat bahwa ada hubungan antara jumlah uang beredar dan harga.

Jika jumlah barang tetap dan jumlah uang yang beredar berlipat ganda, harga barang menjadi dua kali lipat.

Penyebab inflasi di Indonesia terkait dengan jumlah uang yang beredar di masyarakat dapat meningkat ketika suatu negara menggunakan sistem anggaran dengan defisit.

Untuk menutupi defisit anggaran, pemerintah biasanya mencetak uang baru, yang menyebabkan harga naik. Hal ini merupakan salah satu kemungkinan yang dapat memicu terjadinya inflasi di Indonesia.

3. Biaya produksi meningkat (Cosh Push Inflation)

Penyebab di Indonesia ada inflasi adalah adanya kenaikan biaya produksi. Inflasi biaya produksi yang meningkat hasil dari peningkatan biaya produksi yang terus menerus selama periode waktu tertentu.

Secara umum, peningkatan inflasi biaya produksi yang dapat terjadi di Indonesia disebabkan oleh tekanan pada biaya faktor produksi yang terus meningkat. Inflasi akibat biaya produksi yang tinggi biasanya terjadi di negara berkembang atau berkembang pesat seperti Indonesia

4. Terjadi inflasi campuran (Mixed Inflation)

Inflasi campuran yang terjadi dapat dipengaruhi oleh adanya kenaikan penawaran dan permintaan sehingga membuat adanya ketidakseimbangan antara dua hal tersebut.

Ketika permintaan untuk barang atau jasa meningkat, maka akan mengakibatkan pasokan barang dan faktor produksi menurun.

Sementara itu tidak ada alternatif lain atau substitusi untuk barang dan jasa ini. Situasi yang tidak seimbang ini meningkatkan risiko inflasi yang terjadi. Harga barang dan jasa akan naik.

Mengatasi inflasi yang dapat terjadi di Indonesia akan sangat sulit ketika kenaikan supply akan suatu barang atau jasa lebih tinggi atau setidaknya setara dengan permintaan.

5. Inflasi karena ekspektasi (Expected Inflation)

Penyebab inflasi di Indonesia adalah inflasi ekspektasi. Penyebab inflasi di Indonesia adalah perilaku masyarakat yang percaya bahwa situasi ekonomi akan membaik di masa depan. Ekspektasi masyarakat terhadap situasi ekonomi ke depan dapat menjadi penyebab terjadinya inflasi di Indonesia, khususnya inflasi permintaan atau inflasi biaya produksi. Inflasi ini tergolong sulit untuk dideteksi karena kejadiannya yang tidak terlalu signifikan