Survei: Minyak Goreng Masih Langka, Mayoritas Masyarakat Sulit Membeli

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/YU
Sejumlah warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Lavinda
12/7/2022, 08.51 WIB

Lembaga survei publik, Indikator Politik Indonesia (IPI) menemukan, mayoritas masyarakat masih merasa kesulitan memperoleh minyak goreng pada Juni 2022.

Dari seluruh responden yang disurvei, sebanyak 71,6% menyatakan mereka tidak mudah untuk memperoleh minyak goreng. Meski masih sulit, tapi persentasenya menurun dibanding survei April lalu. Pada bulan itu, IPI menemukan sebanyak 83,7% masyarakat merasakan kelangkaan minyak goreng.

“Terjadi penurunan yang merasa sulit mendapat minyak goreng,” kata Direktur Eksekutif IPI, Burhanuddin Muhtadi pada Senin (11/7).

Seperti diketahui, pemerintah mulai fokus mengatasi kelangkaan minyak goreng pada April 2022. Salah satu upaya dilakukan dengan menetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.

Selain masih langka, mayoritas responden juga menilai harga minyak goreng saat ini kurang terjangkau. Sebanyak 0,4% merasa sangat terjangkau, 22,9% terjangkau, 58,3% kurang terjangkau, dan 17% tidak terjangkau sama sekali.

Untuk minyak goreng curah, mayoritas responden, yaitu 36,2% menyatakan harga yang harus mereka bayar berkisar pada Rp 15 ribu hingga Rp 19,9 ribu per liternya. Hanya 9,4% responden yang membayar sekitar Rp 10 ribu hingga Rp 14,9 ribu untuk satu liter minyak goreng curah.

Kemudian ada 16,8% responden yang menyatakan bahwa mereka harus merogoh kocek sebesar Rp 20 ribu hingga Rp 24,9 ribu untuk satu liter minyak goreng curah.

Sementara itu, untuk minyak goreng kemasan, mayoritas responden, yaitu 38,7% menyatakan, mereka harus mengeluarkan Rp 25 ribu hingga Rp 29,9 ribu per liternya.

Kemudian 33,4% mengungkapkan, mereka harus membayar Rp 20 ribu hingga Rp 24,9 ribu untuk mendapatkan satu liter minyak goreng kemasan. Sementara itu, hanya 5,1% yang menyatakan harus mengeluarkan Rp 15 ribu hingga Rp 19,9 ribu untuk satu liter minyak goreng kemasan.

Burhanuddin mengatakan, harga minyak goreng yang masih melambung mesti menjadi perhatian bagi pemerintah. Berdasarkan analisis korelasi yang dilakukan IPI, ditemukan keterkaitan antara keterjangkauan harga minyak goreng terhadap tingkat kepuasan kinerja presiden.

“Ke depan, ini harus menjadi perhatian dan terus menjadi prioritas perbaikan karena hingga sejauh ini isu harga yang kurang terjangkau warga merupakan alasan utama mengapa warga kurang puas atas kinerja presiden,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pemerintah juga melakukan upaya pemberian bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat yang berhak. Sebanyak 59,1% responden survei mengaku mereka mengetahui kebijakan BLT tersebut. Kemudian sebanyak 85,7% mendukung adanya program BLT untuk mengatasi mahalnya minyak goreng.

Akan tetapi, pada Juni, hanya sebanyak 30,3% dari masyarakat yang menerima BLT terkait minyak goreng. Padahal, sebanyak 74,3% di antaranya merasa berhak menerima BLT dari pemerintah.

Dalam analisis korelasi IPI menemukan penerima BLT berkaitan dengan kepuasan terhadap kinerja presiden.

“Jika menerima BLT, maka kepuasan terhadap kinerja presiden semakin tinggi,” ujarnya.

Meski demikian, presentase penerima BLT meningkat dari Bulan April. Hal itu disebabkan hanya 20,2% responden yang mengaku menerima BLT pada April lalu.

Reporter: Ashri Fadilla