Dewan Pers Soroti Potensi Kriminalisasi Jurnalis dalam RUU KUHP

ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/foc.
Seorang warga berjalan melintasi bentangan baliho saat mahasiswa berunjuk rasa menggugat Rancangan KUHP di DPRD Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (6/7/2022).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Yuliawati
15/7/2022, 19.25 WIB

Dewan Pers menyoroti revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis. Karya jurnalistik berpotensi dipidanakan jika draft RUU KUHP terbaru disahkan.

Padahal permasalahan terkait karya jurnalistik seharusnya diselesaikan terlebih dahulu melalui prosedur dan mekanisme yang tercancum di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra melihat tak diakomodirnya delapan usulan Dewan Pers dalam draft dinal RUU KUHP. Tindakan tersebut pun dianggap Azra tak mencerminkan adanya meaninhful participation atau partisipasi yang dilakukan secara bermakna.

“Pengambilan keputusan penetapan RUU KUHP menjadi undang-undang, hendaknya terlebih dahulu mendengar pendapat publik secara luas,” kata Azyumardi dalam keterangan resmi pada Jumat (15/7).

Dewan Pers mengusulkan agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghapus beberapa pasal yang ada. Alasannya, sejumlah pasal dianggap karet atau tak jelas maknanya serta tumpang tindik dengan undang-undang yang telah ada.

Beberapa pasal yang dinilai karet adalah Pasal 240 dan 241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah serta Pasal 246 dan 248 tentang Penghasutan untuk Melawan Penguasa Umum.

“Harus dihapus karena sifat karet dari penghinaan dan hasutan, sehingga mengancam kemerdekaan pers, kebebasan berpendapat, dan berekspresi,” kata Azra.

Kemudian terdapat pasal 218 sampai 220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden yang menurut Dewan Pers harus dihapus. Alasannya, ketentuan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden telah dicabut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

Selain itu, terdapat beberapa pasal lain yang menurut Dewan Pers harus dihapus dari RUU KUHP, yaitu:

Pasal 188 tentang Tindak Pidana Terhadap Ideologi Negara;
Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebar luasan Berita atau Pemberitaan Bohong;
Pasal 280 tentang Tindak Pidna Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
Pasal 302-304 tentang Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kepercayaan;
Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana Terhadap Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik; dan
Pasal 437 dan 443 tentang Tindak Pidana Pencemaran.

Dewan Pers meminta DPR transparan dalam penyusunan RUU KUHP, sebagaimana termaktub di dalam Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Asas keterbukaan dapat diterapkan dengan memberikan kesempatan bagi seluruh elemen masyarakat untuk memberikan masukan.

“Mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, serta pengundangan secara transparan dan terbuka,” kata Azra.

Reporter: Ashri Fadilla