Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Kemenko PMK menyatakan akan memperketat tata niaga industri hasil tembakau dalam waktu dekat. Oleh karena itu, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 109-2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Secara umum, ada lima poin yang akan menjadi fokus revisi PP tersebut, yakni penambahan luas penampang gambar dampak merokok di bungkus rokok menjadi 90%, pelarangan iklan rokok di media sosial, pelarangan penjualan rokok secara batangan, penguatan pengawasan penjualan rokok, dan pengaturan penjualan rokok elektrik.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto menilai industri rokok dapat memenuhi seluruh poin revisi tersebut, khususnya terkait perluasan penampang dampak merokok. Saat ini, penampang gambar dampak merokok hanya sebesar 40% dari bungkus rokok.
"Industri rokok sudah bisa mengekspor rokok dengan gaya bungkus seperti itu. Timor Leste peraturannya begitu, dia pabrik rokok bisa layani. Jadi, nggak ada alasan dia nggak bisa mencetak bungkus rokok seperti itu," kata Agus di Kantor Kemenko PMK, Rabu (27/7).
Selain itu, Agus berpendapat pelarangan penjualan rokok per batang dapat mengurangi prevalensi perokok anak. Pasalnya, harga rokok akan naik berkali lipat jika dijual per bungkus dibandingkan dengan per batang.
Untuk mengurangi jumlah perokok, Agus juga akan mengatur penjualan rokok elektrik di dalam negeri. Menurutnya, pelaku industri rokok elektrik menjadikan alasan rokok elektrik sebagai terapi berhenti merokok menjadi kedok penjualan.
"Di negara lain penjualan rokok elektrik sudah dilarang, masa di dalam negeri masih jualan. Oleh karena itu, penjualannya akan diatur," kata Agus.
Sebelumnya, revisi PP No. 109/2012 telah dilakukan pada 2018 hingga akhirnya menemukan titik buntu pada 2021. Agenda revisi PP No. 109/2021 bahkan sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas atau Prolegnas pada 2020.
Agus mengadakan uji publik atas usaha pemerintah untuk merevisi PP No. 109-2012 yang kedua kalinya hari ini di Kantor Kemenko PMK. Uji publik tersebut menghadirkan kelompok masyarakat, Kementerian Kesehatan, pabrik rokok, petani tembakau, dan petani cengkeh.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji keluar dari uji publik tersebut sebelum berakhir. Alasannya, Agus menilai pelaku industri hasil tembakau memiliki potret seperti penjahat di dalam negeri.
Agus mengatakan tidak mendapatkan draf revisi PP No. 109-2012 yang dimaksud. Oleh karena itu, Agus berpendapat semua pihak seolah dipaksa untuk menyetujui uji publik PP tersebut yang rencananya selesai dilakukan pada tahun ini.
"Kami menyimpulkan revisi PP No. 109-2012 adalah penjajahan kebebasan sebuah masa depan ekonomi pertembakauan. Kalau PP No. 109-2012 direvisi dan hasilnya lebih tajam, kami seolah-olah tidak akan mendapat pengakuan dari negara," kata Agus.
Agus mengatakan salah satu dampak dari implementasi PP No. 109-2012 adalah penurunan produksi tembakau. Tahun ini, produksi tembakau hanya dapat mencapai paling tinggi 200.000 ton, sedangkan produksi tembakau sebelum PP No.109-2012 dapat mencapai 223.000 ton.