Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berhasil menyelamatkan keuangan negara sebesar Rp26,16 triliun selama semester I 2022, dari pencegahan korupsi.
Pencegahan tersebut dilakukan melalui optimalisasi pendapatan daerah sebesar Rp3,17 triliun, serta upaya penyelamatan atau penertiban aset pemerintah yang ditaksir senilai Rp22,98 Triliun.
"Kalau dirinci sebesar 15.806 unit aset. Jadi, terdiri dari fasum (fasilitas umum) maupun fasos (fasilitas sosial)," ucap Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Didik Agung Widjanarko, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/8) seperti dikutip Antara.
Penyelamatan itu dilakukan KPK dengan memberikan langkah pendampingan kepada pemerintah daerah, khususnya untuk upaya-upaya penyelamatan aset negara atau aset daerah.
Menurutnya Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK melalui program tematik, berhasil mengidentifikasi potensi kerugian negara akibat situ, danau, embung, dan waduk, yang dikuasai atau dimanfaatkan pihak ketiga tanpa izin.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional menjadi pemicu KPK untuk mendukung upaya untuk mengendalikan kerusakan, menjaga, memulihkan, dan mengembalikan kondisi serta fungsi beragam fasilitas tersebut, agar memberikan manfaat kepada kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Beragam direktorat yang membawahi wilayah danau tersebut akan aktif mendampingi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan penertiban
"Ada tiga danau yang menjadi prioritas," ucap Didik.
Danau Singkarak di Sumatera Barat.
KPK mencatat terdapat 490 pelanggaran di Danau Singkarak yang telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir di daerah itu. Sebanyak 368 pelanggaran di Kabupaten Tanah Datar, dan 122 pelanggaran di Kabupaten Solok.
"Mulai dari mengubah bentuk bibir danau hingga melakukan reklamasi atau menimbun perairan danau, dan kemudian mendirikan bangunan di atasnya," ungkap Didik.
Setelah memeriksa data dan laporan pemerintah daerah setempat, KPK dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), memberikan empat rekomendasi sebagai solusi penyelamatan Danau Singkarak.
Rekomendasi itu meliputi penghentian pembangunan tak berizin prasarana pariwisata di badan air dan lahan reklamasi danau, menerbitkan Surat Keputusan Pengenaan Sanksi Administratif berdasarkan Pasal 194 PP 21/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang kepada para pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang.
Kemudian, memastikan para pelaku pelanggaran memulihkan fungsi ruang dengan pengawasan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, serta aparat penegak hukum. Mereka juga diminta menertibkan kegiatan yang tidak memiliki izin di badan maupun sempadan danau.
Danau Limboto di Gorontalo.
Di Danau Limboto terjadi pendangkalan karena sedimentasi sehingga daya tampung air berkurang. Selain itu, okupasi sempadan danau menjadi lahan pertanian oleh masyarakat setempat.
Faktor lainnya adalah laju pendangkalan danau akibat erosi dari beragam sungai yang bermuara di Danau Limboto sangat besar, sehingga dalam kurun waktu 74 tahun, diperkirakan luas danau menyusut drastis. "Pada tahun 1932 seluas sekitar 8.000 hektare, di tahun 2006 sudah menyusut menjadi 3.334 hektare dengan kedalaman hanya sekitar 2,5 meter," katanya.
Ia menuturkan, revitalisasi Danau Limboto telah dilakukan sejak 2012 dan selama 2021-2022. Balai Wilayah Sungai merencanakan pembangunan kanal di depan pintu air dan di hilir kanal, tetapi memiliki kendala pembebasan lahan sebanyak 16 bidang dengan luas total 5,48 hektare.
"KPK hadir untuk memfasilitasi percepatan proses tersebut," jelasnya.
Proses itu dilakukan dengan menggandeng Kejaksaan Tinggi dan Kementerian ATR/BPN, termasuk pemerintah daerah dalam percepatan penyusunan dan penetapan RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang.
Danau Tondano di Sulawesi Utara
Danau Tondano yang memiliki luas 4.719 hektare merupakan sumber Pembangkit Listrik Tenaga Air, perikanan, air minum, dan irigasi bagi masyarakat sekitar Kabupaten Minahasa. Kemudian juga memiliki potensi untuk berkembang menjadi objek pariwisata.
"Regulasi yang berlaku saat ini belum memungkinkan untuk mencatat danau alami sebagai aset dalam laporan keuangan," ujar Didik.
Ia menjelaskan, langkah pengamanan yang dapat dilakukan adalah mendorong pemerintah daerah segera menetapkan garis sepadan danau sesuai Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015, untuk dijadikan dasar dalam menertibkan kegiatan dan/atau bangunan-bangunan di sekitar danau.