Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengancam akan memblokir penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang belum mendaftarkan diri. Pendaftaran itu dilakukan melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Berbasis Risiko atau Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA).
Aturan pendaftaran itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Menteri Kominfo tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PM Kominfo 5/2020).
Ada beberapa kategori PSE lingkup privat yang wajib mendaftar, antara lain:
- PSE yang menyediakan, mengelola dan/atau mengoperasikan penawaran dan/atau perdagangan barang dan atau jasa
- PSE yang menyediakan atau mengelola dan/atau mengoperasikan layanan transaksi keuangan
- PSE yang melakukan pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data, baik dengan cara unduh melalui portal atau situs pengiriman, surat elektronik, atau melalui aplikasi
- PSE yang menyediakan, mengelola dan/atau mengoperasikan layanan komunikasi, meliputi/tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik dan percakapan dalam jaringan, dalam bentuk platform digital layanan jejaring dan media sosial
- PSE yang menyediakan layanan mesin pencari, penyediaan informasi elektronik berbentuk tulisan, gambar, suara, video, animasi, musik, film dan permainan, atau kombinasi dari sebagian dan/atau seluruhnya
- PSE yang memproses data pribadi untuk kegiatan operasional dan melayani masyarakat terkait dengan aktivitas transaksi elektronik
Sejauh ini, ada ribuan PSE yang belum mendaftar sama sekali, maupun sudah mendaftar, namun tetap harus memperbarui data.
Di antara PSE yang belum mendaftar, terdapat nama-nama perusahaan tersohor seperti Meta, Google, Netflix dan Twitter. Sementara PSE yang sudah mendaftar misalnya TikTok, Spotify dan Linktree. Pemerintah memberi waktu sejak tahun 2020 hingga 20 Juli 2022 untuk melakukan pendaftaran. Namun sampai sekarang, nyatanya, masih banyak PSE yang belum memenuhi aturan.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani, kemungkinan PSE belum mendaftar disebabkan masalah birokrasi. Namun seharusnya, hal ini bukan menjadi soal karena pendaftaran tersebut dapat dilakukan dengan mudah.
“Tapi saya sampaikan bahwa tidak ada alasan sebenarnya bagi mereka (PSE), untuk tidak melakukan pendaftaran, Red), karena pemerintah juga ada birokrasi. Ini pun bukan sejak kemarin kami sampaikan, tapi sejak 2020,” kata Semuel saat konferensi pers, Senin (27/6).
Ia tidak khawatir apabila layanan dari raksasa teknologi seperti Facebook dan Google diblokir akibat sanksi. Sebab, akan muncul alternatif platform baru dari PSE yang legal. Semuel menilai, ada begitu banyak aplikasi yang bisa melayani konferensi video, obrolan (chat), dan lain-lain. Fitur-fitur tersebut tak hanya dapat dilakukan oleh PSE ternama saja.
“Mereka (raksasa teknologi) itu lebih terkenal saja. Substitusi ada banyak,” ujar Semuel. Ketegasan ini merupakan pernyataan sikap dari Indonesia agar berdaulat dan dihormati oleh para PSE. “Ekonomi bisa dibangun lagi, tapi kalau kami tidak dianggap, itu menyakitkan,” imbuhnya.
PSE yang belum mendaftar pun sebenarnya bukannya tidak mengetahui keharusan ini. “Kami mengetahui keperluan mendaftar dari peraturan terkait, dan akan mengambil tindakan yang sesuai dalam upaya untuk mematuhi,” kata perwakilan Google kepada Katadata.co.id, Selasa (28/6).
Apa Urgensinya Bagi Indonesia?
Kewajiban pendaftaran PSE lingkup privat diadakan demi mencapai tujuan yang positif. Saat konferensi pers pada Rabu (22/6), juru bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi memaparkan beberapa manfaat dari pendaftaran PSE, yaitu:
1. Pemerintah dapat segera mengatasi PSE yang bermasalah
Jika PSE melanggar hukum di Indonesia, maka regulasi yang disertai dengan adanya sistem terintegrasi akan memudahkan pemerintah untuk menindak PSE “nakal”. “Kepatuhan PSE terhadap regulasi di Indonesia bisa dioptimalkan melalui sistem pendaftaran PSE,” kata Dedy.
2. Sebagai pemutakhiran sistem regulasi
Melalui data dan informasi yang diberikan platform digital, Kementerian Kominfo bisa memastikan apakah mereka sudah menaati persyaratan, termasuk di antaranya soal keamanan perlindungan data pribadi. “Kami ingin tahu apakah PSE itu sudah memiliki sistem yang cukup mumpuni untuk melindungi data penggunanya,” ucap Dedy.
3. Untuk melindungi masyarakat ketika berada di ruang digital
Legalisasi dari pemerintah akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan PSE. Hal ini mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi melalui informasi tanda daftar PSE.
4. PSE bisa berkolaborasi untuk menjaga kesehatan ruang digital di Indonesia
Melalui kerja sama ini, PSE yang beroperasi di Indonesia dapat bekerja sama, baik dengan sesama PSE maupun pemerintah untuk mengadakan edukasi literasi digital. Edukasi tersebut dapat mengandung berbagai konten yang bermanfaat, seperti penggunaan internet secara aman, menjaga kerahasiaan data, etika berkomunikasi di ruang digital, dan lainnya.
Kementerian Kominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi sudah menggelar kegiatan tersebut. Melalui laman info.literasidigital.id, masyarakat dapat mengakses materi-materi berupa modul, video dan lain-lain, untuk meningkatkan kecakapan digitalnya.