Literasi Digital Bantu Cegah Penyesatan Informasi Pernikahan

ANTARA FOTO/Siswowidodo/rwa.
Sejumlah pengantin mengikuti prosesi temu manten saat digelar nikah massal di Rumah Dinas Wali Kota Madiun, Jawa Timur, Kamis (14/7/2022). Pemkot Madiun memfasilitasi pernikahan gratis untuk sembilan pasangan pengantin dalam rangkaian peringatan Hari Jadi ke-104 Kota Madiun.
Penulis: Shabrina Paramacitra - Tim Riset dan Publikasi
18/8/2022, 15.30 WIB

Februari 2021 lalu, situs aishaweddings.com sempat mengundang perhatian masyarakat. Situs tersebut dinilai mengampanyekan pernikahan usia dini, yakni sejak mempelai berusia 12 tahun. Padahal, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, persyaratan mempelai untuk menikah yakni minimal berusia 19 tahun. 

Atas permintaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) pun melakukan investigasi kepada situs aishaweddings. Hal itu dilakukan atas dasar komitmen pemberantasan situs maupun konten yang menyesatkan oleh Kominfo, termasuk di antaranya yang terkait dengan isu pernikahan.

Tak hanya isu pernikahan dini. Sebelumnya, pada tahun 2015, Kominfo juga berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan penyedia layanan internet untuk memberantas situs-situs nikah siri daring. Ada 45 situs nikah siri daring yang diblokir pemerintah kala itu. 

Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Advianti pun mengapresiasi langkah tersebut. 

“Pemblokiran situs-situs semacam itu merupakan perwujudan konkret pelaksanaan perlindungan anak, dan dapat mencegah anak mengalami kekerasan dan diskriminasi, serta melindungi masa depan anak Indonesia,” kata Maria, Jumat (22/3/2015). 

Pentingnya Literasi Digital 

Dunia digital terus berkembang, namun risikonya tetap ada. Hal ini terjadi jika penggunaan media digital tidak diikuti dengan literasi yang mumpuni. Risiko-risiko seperti penyebaran konten negatif terkait pernikahan, kampanye pernikahan dini via internet, hingga ajakan untuk menikah siri secara daring tanpa pencatatan oleh negara, dapat saja muncul. 

Dibutuhkan sikap kritis agar masyarakat tidak mudah terbawa isu-isu tersebut.

Kementerian Kominfo pun terus memberantas konten-konten negatif di internet. Sepanjang tahun 2021, Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses terhadap 565.449 konten negatif dan melakukan penerbitan klarifikasi mengenai informasi yang tidak tepat (hoax debunking) terhadap 1.773 isu hoaks/disinformasi.

Menteri Kominfo Johnny G. Plate dalam Asia Tech x Summit Singapore 2022: Technology, Society and The Role of Policy pada Selasa (31/05/2022) mengungkapkan, secara total pihaknya bahkan telah memutus akses terhadap 2,9 juta konten negatif. Dari jumlah tersebut, 1,7 juta konten diantaranya berupa situs negatif, serta 1,2 juta sisanya merupakan konten negatif yang beredar di media sosial.

Ia pun mengimbau agar berbagai pihak secara proaktif melakukan penanggulangan hoaks. “Kementerian Kominfo bekerja sama dengan media dan pers, industri digital, hingga masyarakat umum untuk mengklarifikasi hoaks dan disinformasi. Pemerintah juga mengorkestrasi komunikasi publik yang positif dan efektif sebagai kontra-narasi atas hoaks yang beredar di internet,” jelasnya. 

Seiring kian masifnya aktivitas di ruang siber, kondusivitas di ruang digital yang positif harus terus dijaga. Strategi tersebut dilakukan lewat percepatan peningkatan literasi digital masyarakat, serta pemutakhiran teknologi moderasi konten. Selain itu, Kominfo juga mendukung secara penuh aparat penegak hukum dalam memproses pelaku pelanggar hukum di ruang digital.

Akses informasi yang menyesatkan dapat membahayakan. Untuk itu, literasi digital sangat penting. Demi meningkatkan literasi digital masyarakat, Kominfo, Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menyelenggarakan kelas Kebal Hoaks.

Dalam kelas literasi digital itu masyarakat mendapat edukasi praktis mengenai cara menangkal hoaks dan berpikir kritis. Informasi lainnya mengenai literasi digital tersedia dalam tautan https://literasidigital.id/. Modul pedoman berinternet secara sehat, panduan menyaring informasi, hingga tips mencari sumber informasi yang tepat, ada dalam situs tersebut. 

Menurut Johnny, upaya peningkatan literasi digital tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun tiap individu pun harus mempunyai tekad untuk meningkatkan literasinya agar tidak terjerumus informasi yang menyesatkan.

“Literasi digital merupakan inti dari upaya kita untuk mendorong penggunaan internet yang aman dan produktif, serta menjadi langkah yang paling efektif untuk mengurangi narasi negatif dan hoaks yang beredar di dunia maya,” pungkas Johnny.

Digitalisasi Layanan Publik 

Selama pandemi Covid-19, pemerintah mempermudah alur pendaftaran nikah. Untuk memfasilitasi mempelai yang terkendala saat hendak merencanakan pernikahan, pendaftaran dan pencatatan pernikahan dapat dilakukan secara daring melalui laman https://simkah.kemenag.go.id/.

Kemudahan ini juga difasilitasi oleh pemerintah daerah, salah satunya Pemerintah Kota Surabaya. Dilansir dari Antaranews.com, pemerintah setempat menyediakan layanan bernama Lontong Kupang, ACO-ERI, dan Sidak Pasukan, yang memudahkan pencatatan pernikahan, perubahan data, hingga sidang perceraian. Ketiganya dapat diakses via pranala https://layanan-integrasi.disdukcapilsurabaya.id/. 

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, layanan-layanan yang terintegrasi ini memfasilitasi berbagai keperluan, mulai penjadwalan isbat nikah, pengurusan akta nikah, talak dan lain-lain. “Semoga apa yang kami perbuat dan sinergikan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya Rabu (15/9/2021). 

Kemudahan layanan seputar pernikahan yang dilakukan secara daring adalah salah satu dampak dari transformasi digital di sektor pelayanan publik. Reformasi birokrasi ini diwujudkan melalui pemanfaatan dukungan teknologi informasi secara intensif. 

Wakil Presiden Ma’ruf Amin berpesan, transformasi digital dalam pelayanan publik harus diikuti dengan perubahan pola pikir (mindset). 

“Hal ini sangat diperlukan tidak hanya sekadar mengubah layanan menjadi online (daring) atau dengan menggunakan aplikasi digital, akan tetapi juga harus diikuti dengan perubahan perilaku,” tegasnya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kepegawaian yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kamis (17/12/2020).